Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Pemimpin Negara yang Telat Gaul

Pemimpin negara yang rakyatnya sering cetak "trending topic" (akhirnya) punya akun twitter. "Artis-artis twitter" Indonesia harus menepi dulu, Pak @SBYudhoyono mau lewat. (ilustrasi: merdeka.com)

"Shortcut" Pemenuhan Keinginan

Masih saja ada orang yang ingin penuhi hasrat keinginan duniawi melalui cara instan lewat praktik perdukunan berbalut guru spiritual di negeri yang gila hi-tech/gadget seperti ini. (foto: Shutterstock)

Perhatian di Tiap Malam Jelang Akhir Pekan

Telah menjadi pusat perhatian pemirsa di tiap Jumat malam. X Factor Indonesia mencetak ulang konstruksi idola melalui ajang yang katanya bukan hanya "singing competition". (foto: dusunblog.com)

Kenapa Perlu Giat 'Bikin' Film?

Janganlah dahulu menanyakan "Bagaimana", tanpa terjawab sebelumnya, "Mengapa" atau "Kenapa perlu/harus". Lalu "What for?" "Emang dengan banyak orang bikin film, so what?". (ilustrasi: net)

Cari yang Cocok, Jangan Cuma Cuco'

Tidak mutlak nyatanya jika pria itu menyukai wanita dengan tubuh yang aduhai dan wajah yang cantik jelita. Ada hal lain pada diri wanita yang membuat pria tertarik. (foto: Reuters)

Jumat, 12 April 2013

Moviekom 2013 (Bagian 3): Yakin, Film Berikutnya Akan Semakin Bagus



(Suasana antusiasme penonton Moviekom 2013. Foto: dokumentasi CC)

Sudah lima film Moviekom 2013 yang saya ulas: MISS di bagian 1; LARAS, KLOVN, SWEET BITES, dan DUA di bagian 2. Dari kelimanya saya mendapat pembelajaran tersendiri dan pengalaman menonton yang cukup menyenangkan, terlepas dari (tema) darah dan cinta yang muncul silih bergantian. Di bagian 3 ini, saya lanjutkan ulasan saya untuk film yang ada di Moviekom 2013.
Berikut film-film lainnya:

OBLATION
Saya sempat salah nyebut judul film ini jadi OBLIVATION saat bantu promo trailer filmnya di twitter, tanpa tahu apa sebenarnya makna kata yang saya ketik tersebut. Maaf ya teman-teman Two Thumbs Up... Hehehe.

Ya, judul film ini OBLATION, yang maknanya persembahan. Lalu kenapa judulnya mesti bahasa Inggris? Padahal filmnya berbahasa Indonesia dan di dalamnya ada unsur budaya yang coba ditampilkan. Soal perjudulan pakai bahasa asing, sudah saya singgung di bagian 2 ulasan film KLOVN.

Film ini mengingatkan saya pada film-film horror Suzanna yang biasa memunculkan tokoh wanita cantik teraniaya dan terbunuh, lalu membalaskan dendamnya dengan menghantui pria-pria pelaku agar arwah (si wanita) bisa tenang. Awal film saya mengira begitu.

Tapi film ini (TERNYATA) tidak "bermaksud" menampilkan cerita sesimpel itu. Adegan pembuka yang mistis dan artistik ditampilkan dengan sosok yang misterius, lalu berlanjut dengan adegan dua penghuni kamar yang didatangi wanita "gak jelas" yang kemudian tak sengaja terbunuh oleh salah seorang pria. Hingga akhirnya keduanya dihantui dan ternyata salah satu pria sudah menjadi hantu karena sudah dibunuh pria yang satunya lagi. Dan sebenarnya wanita "gak jelas" itu adalah "kiriman" wanita pemilik kamar kos-kosan (ini saya mesti nebak dulu) yang memuja "dewi anu" (semacam Nyi Roro Kidul) untuk menjadikan pria-pria itu tumbal. Nah, ribet gak tuh ceritanya? Hehehee

Sebagai film pendek, OBLATION dapat dikatakan kurang efektif dan efisien. Plotnya terlalu berlapis dengan visualisasi atau penggambaran yang terlalu minim sehingga maksud cerita sulit dipahami (baca: dinikmati), semisal penggambaran ibu-ibu itu adalah pemilik kos dan apa motif dia memuja "dewi anu" hingga menumbalkan penghuni kosannya, sulit untuk ditangkap.

Akting dan pemilihan pemain yang terlalu dipaksakan menjadi sesuatu yang cukup mengganggu di film ini. Untuk beberapa adegan, teror si wanita ditampilkan terlalu awkward. Tetapi untuk beberapa adegan lain, OBLATION sukses bikin saya kaget. Film ini menonjol di sisi wardrobe dan make-up si "dewi anu" dan artistik ruang pemujaannya. Cuma saya pengen bilang, yang juga dikomentari tim juri, kalau borgol itu gak pernah dinongolin kayak begitu. Hehehe. Ketahuan tuh, polisi di film ini abal-abal banget. Hahaha

SPEECHLESS
Ini salah satu film di Moviekom 2013 yang memiliki cerita dan plot yang matang dan terkonsep dengan apik sebagai film pendek. Dengan menampilkan shot pertama yang janggal tapi ternyata menjadi inti cerita, seorang pria menaruh satu boneka berbie melengkapi koleksinya, SPEECHLESS membuat saya "speechmore" memuji film ini begitu filmnya usai.

Look gambar film ini saya melihatnya cukup unik sebagai film thriller. Penataan kamera terlihat profesional karena cinematographer tidak malas untuk menggunakan tripod. Cutting gambar pun membuat penonton nyaman melihatnya. Secara keseluruhan artistik film ini bisa dikatakan lumayan, not bad.

Film ini dibangun sebagai film romance (lagi-lagi soal cinta) yang kemudian memberikan kejutan yang takkan terlupakan bagi tokoh di filmnya dan tentunya bagi penonton. Film ini mengingatkan saya pada film pendek YOURS TRULLY karya Ian Salim dan isteri (saya lupa namanya). Mungkin memang form untuk film semacam ini akan selalu sama dengan formula yang berbeda. Tetapi hal ini tidak mengurangi ketidakterdugaan SPEECHLESS.

Saya cukup terganggu dengan akting pemeran pendukung yang ditampilkan terlalu "sinetron". Selain itu, pemilihan flashback yang menggambarkan apa yang pernah terjadi pada korban-korban terdahulu, selain apa yang terjadi pada si wanita "sinetron", bisa dianggap tidak perlu. Mungkin akan lebih "gila" jika hanya diutarakan oleh si pelaku.

Satu hal yang saya suka dan juga disukai beberapa juri, selain ide cerita dan alurnya, yaitu dialog "cerdas" di salah satu adegan yang bersetting kolam renang apartemen. Saya berasa melihat film romantik Amerika. Dapat dianggap di Moviekom 2013 yang bertema "Cinta dan Siksa", film ini adalah salah satu juaranya.

MEMORI

Film ini bermaksud menampilkan memori dari salah satu tokoh di dalamnya yang tiba-tiba muncul ketika dia mulai menjalin hubungan dengan orang lain, tetapi sayang sekali maksud tersebut kurang begitu terfilman di dalam MEMORI. Mengangkat tokoh yang bisa main tenis, unsur cerita -karakter, hasrat, dan masalahnya- tidak cukup terbentuk dan terbangun.

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran, jika suatu hal di dalam film kita tarik dan kita ganti dengan hal lain dan itu tidak mengubah atau memengaruhi cerita, itu adalah tanda yang sangat jelas kita tidak perlu memasukan sesuatu tersebut ke dalam film, terlebih ke dalam film pendek.

Seandainya tokoh di dalam film ini bisanya futsal, itu sama sekali tidak memengaruhi cerita. Film ini berpotensi menarik jika saja pemilihan tenis dengan segala serba-serbinya (aturan permainannya, karakteristik bolanya, atau hal lain) memiliki makna khusus dalam mengilustrasikan hubungan (relationship).

Romantisme yang ditampilkan di dalam film ini bisa dianggap terlalu tipikal. Walau pemvisualisasiannya melalui adegan, akting, tata kamera, artistik, dan editing, kurang menopang, gagasan atau ide film ini sudah cukup mengesankan sebagai film pertama.

BALLOON OF LOVE
Saya langsung menyukai ide film ini saat pertama kali hanya mendengar ceritanya dan ketika itu masih jadi "jabang" film (belum diproduksi). Sebagai pembuat film dari kalangan mahasiswa, mengangkat kisah cinta di luar dirinya, terlebih yang dikisahkan itu adalah orang yang selama ini termarjinalkan, adalah sesuatu yang sangat keren, di luar kebiasaan.

Ketika itu saya memiliki kekhawatiran film pendek ini akan jadi bercita rasa film televisi (FTV) siang dan sore hari yang biasa nongol di layar televisi, orang "bawah" mendapatkan cinta dari seseorang yang berasal dari kalangan "atas". Namun untunglah BALLOON OF LOVE tidak begitu.

Mengangkat sesuatu di luar diri memiliki tantangan tersendiri. Pengamatan atau observasi perlu kuat karena salah-salah bisa jadi sotoy dan tidak bisa diterima oleh penonton. Ihwal hal ini, sempat saya singgung di bagian 1 saat mengulas MISS. Dan seperti saya komentari di film-film sebelumnya, kenapa judulnya harus bahasa Inggris? Kalau menggunakan judul "BALON CINTA", saya kira tetap bagus dan tetap menarik.

Sedikit menyayangkan kemasan film ini kurang all out, salah satunya dari sisi artistik. Contohnya sepeda yang digunakan (di dalam film) untuk berjualan balon dengan tipe balon warna polos, bukanlah sepeda yang biasa digunakan penjual balon, karena yang biasanya itu adalah yang "membonceng" tabung gas. Ketika (tak sengaja masuk frame) ada tukang balon lain jualan balon Spongebob (dan tokoh kartun lainnya), jelas pemuda penjual balon ini kalah saing. Hehehe.

Film ini cukup bijaksana dengan memilih konsep silent movie. Adegannya sudah sangat berbicara tetapi (sayangnya) terlalu berlama-lama dalam shot. Dampaknya, pace (kecepatan) film ini jadi lambat dan cenderung membosankan. Tak perlulah penonton diperlihatkan bagaimana susahnya mengikatkan surat ke balon dengan shot close-up, misalnya. Durasi film ini masih sangat benar-benar bisa dipangkas di editing.

Walau film manis ini kurang terkemas dengan manis (dalam komposisi shot, pengaturan crowd, dan look film), BALLOON OF LOVE berhasil dalam menyampaikan pesannya dan cukup bisa mengecoh dugaan penonton. Dan satu hal yang paling tidak terduga dan membuat seluruh tim juri teriak, yaitu saat melihat adegan akhir: (Waaa) anak pengantar balonnya kembar!!!

Baiklah, ulasan kali ini saya cukupkan empat film dulu. Tiga film berikutnya nantikan di post selanjutnya.

Sesuai judul posting ini, saya berkeyakinan jika orang-orang di balik layar film-film Moviekom 2013 kembali membuat film, filmnya akan semakin berkualitas, selama persiapannya matang dan ceritanya adalah sesuatu yang disenangi atau diminati.

"Keep Rolling..!"
"CC! CC! CC! ACTION!!!"

Rabu, 10 April 2013

Kultwit Film: Semua Berawal dari Cerita

Kultwit tentang cerita pada 23 Februari 2013 yang sebelumnya tersimpan di favorite twitter

Bikin & nulis cerita/skenario film pengen bisa? Cek dulu prosesnya sampai ke film ala Joko Anwar (part1) by di sini.

Hidup kita menarik ketika kita bertraveling yang (dimanapun/kemanapun) selalu bertujuan. Gitu juga cerita dalam film, mesti ada tujuan.

Cerita film kalo gak kemana2, gak rame! Maksudnya bukan berarti filmnya tentang perjalanan loh, tapi karakter dlm cerita mesti punya tujuan.

Kita bikin cerita film harus ada tujuannya. Begitupun karakter di dalam ceritanya, harus punya tujuan/hasrat. Itulah dasar dari premis film.

Selanjutnya apa dan bagaimana itu premis/logline film, cek link Link yg selalu saya share utk yg pengen belajar

Utk lebih simple memahami premis, Salman Aristo pernah share, bedain antara informasi&cerita. Menginfokan n menceritakan pasti bakal beda.

Yg pemula kaya saya, sering kejebak bikin cerita yang ternyata cuma berisi informasi, gak ada ceritanya, n langsung picu respon, "So? Trus?"

Cerita: ada karakter menarik, ingin meraih sesuatu, TAPI ada kendala (berkonflik) | Info: standar berita 5w1h, siapa alami apa dimana, dst.

Seorang ibu di dlm mobil trjebak macet krn banjir (info) | Seorang ibu di dlm mobil trjebak macet krn banjir saat ingin melahirkan (cerita)

27 Maret 2012 dari @lulufahrullah 

Pelajaran penting d workshop day 1 : when making a film, you have to balance the aspect of Art and Money..

Logline is your DNA, your Sperm.. It can makes your film look good or ugly

Perfect your logline then makes outline from it..

27 Maret 2013

Learn to make a good movie from the incredible movie script:

Jumat, 05 April 2013

Moviekom 2013 (Bagian 2): Malah MENYIKSA Ketika Tak MenCINTA

Saya lanjutkan ulasan film di Moviekom setelah film MISS sudah duluan terulas di bagian 1. Film MISS, di urutan kicauan saya, adalah  film terakhir yang saya twit dan jadi yang pertama saya ulas. Ternyata filmnya bisa merangkum tema besar Moviekom 2013, yaitu tentang Cinta atau Romansa dan Penyiksaan yang menjurus Pembunuhan.

Disayangkan genre film Moviekom tahun ini kurang variatif. Tahun lalu ada drama, horror, komedi, dan action dengan tema cerita yang beragam. Secara umum, kualitas 12 film Moviekom 2013 bisa dikatakan kurang begitu merata. Ada yang sudah kuat, ada yang masih lemah, tapi itu lumrah dan tak masalah.

Walau begitu, jika saja dibandingkan dengan film pertama saya dulu, misalnya, film-film anggota baru Cinematography Club (CC) Fikom Unpad tahun ini sudah sangat jauh lebih bagus, secara teknis maupun isi. Ketika saya baru masuk CC, saya belum bisa bikin sebagus film-film anggota baru yang sekarang. Anggota CC 2012 yang mengisi tim produksi di bawah bimbingan langsung anggota CC 2011 sebagai produser, patut berbangga atas karyanya. Dan jika memang sesuai dengan passion, silakan lanjutkan untuk (kembali) berkarya.

Namun tentunya standar pengapresiasian saya sekarang tak bisa lagi memakai cara berpikir ketika saya baru masuk CC. Atas kehendak-Nya, saya yang belum lepas dari menonton film, belajar bikin film, dan ngobrolin film dengan orang-orang telah kadung punya frame of reference dan field of experience. Itulah yang saya pakai dalam memandang ke-12 filmnya. Untuk ulasan per film-nya, sebisa mungkin saya peringkas.

LARAS
Film ini menampilkan perempuan yang disebut kasir sebuah toko, "Kartu kredinya diblok." Tidak sopan, enggak seperti (realitas) biasanya lho itu. Lalu cerita berlanjut dengan intrik si perempuan mengelabui laki-laki hidung belang yang mengajak mesum (yang diperankan secara epik oleh pemainnya).

Ceritanya cukup sederhana dengan konsep cycle, tapi sayang terlalu mudah dibaca. Adegan yang kurang mengalirkan cerita, bikin penonton mengernyitkan dahi dan jadi butuh penjelasan dari si pembuat. Di film ini, contohnya, si wanita sudah di luar toko dengan barang belanjaannya, menghampiri pria tak dikenal yang menggodanya di seberang jalan) .

Secara teknis atau kemasan filmnya, terkait sinematografi, artistik, wardrobe dan make up, editing, dan acting, film ini masih nanggung dan terasa masih ada "keraguan" dari para orang di balik layarnya, mungkin karena kurang persiapan. Hampir terjadi di sebagian besar film, sisi "bagus" dari sebuah film munculnya masih kadang-kadang atau belum konsisten. Saya modifikasi ungkapan Anggun C.Sasmi di acara X-Factor, "Film pertama memang tidak semulus paha Cherrybelle."

Salah satunya dalam pergerakan kamera (Tilt Up-Tilt Down, Pan Right-Pan Left, Tracking, dan gerak bebas atau handheld), penggunaannya belum sepenuhnya pas. Yang cukup mengganggu yaitu shot lama ke pohon tanpa bisa dipahami maksudnya, lalu tilt down ke arah tokoh wanita dengan kurang mulus karena diduga) tripod-nya keset.

Dari film ini saya sangat salut kepada pemeran wanita yang dengan sangat berani memainkan perannya. Namun saya kurang nyaman dengan pemeran prianya yang walau mungkin mimik mesumnya sudah sangat "akurat", tapi kayanya akan lebih pas jika pemerannya adalah pria yang lebih berumur agar pas dengan karakter dan ceritanya.

KLOVN

Satu pertanyaan untuk film ini, dan juga ditujukan untuk film-film lainnya, yaitu kalau bahasa di dalam filmnya pakai bahasa Indonesia, kenapa judulnya mesti pakai bahasa Inggris? Saya pun pernah membuat film berbahasa Indonesia dan judul filmnya bahasa Inggris. Setelah dipikir-pikir, kenapa juga harus berbahasa Inggris? Emang filmnya diputar di festival internasional? Kita (diungkap para sosiolog) seperti bangsa yang minder.

Soal filmnya, inilah film penyiksaan dengan aksi yang tidak jelas maksud dan ceritanya. Karakter badut pembunuh di film ini kurang jelas motifnya. Simaklah, ensure that each main character has a clear motivation (dikutip dari situs WhatCulture.com). Untuk ceritanya, yang merupakan hal esensial di dalam film, KLOVN kurang mampu menyampaikannya dengan terang.

Film ini terasa kekurangan shot yang saya duga disebabkan kurangnya persiapan ketika seharusnya do as much planning as possible (WhatCulture.com). Ketika berkesempatan berbincang dengan pembuat film, lalu dia mengungkapkan sesuatu tentang filmnya, "Jadi sebenarnya, maksudnya...", dapat dipastikan bahwa ada kesalahan atau kegagalan dalam pembuatan (filmnya).

Yang saya suka dari film ini adalah tawa dari si badut dan hal di luar filmnya, yaitu poster yang menarik. Lebih dari itu, film ini sangat berpotensi menjadi film yang seru, kejam dan menggetarkan selama memiliki threatment dan backsound yang juga seru, kejam, dan menggetarkan.

SWEET BITES

Film tentang wanita kesepian yang tiba-tiba mendapatkan "romantisme" secara intens dari seseorang yang diharapkannya jadi belahan jiwa ini berhasil dikemas manis dan apik. Penataan artistik dari film ini sangat terkonsep dengan matang. Dari film ini saya belajar bagaimana properti bercerita dan menguatkan cerita.

Mood/feel dari film ini terbangun. Antara adegan, shot, musik, artistik, dan dialog cita rasa romance, terpadu harmonis. Kesemuanya itu muncul dengan cutting dan music mixing yang pas dalam editing. Urusan sinematografi, film ini pintar secara komposisi sehingga si tokoh wanita terlihat seksi. Bukan beauty shot tapi mungkin istilahnya exotic shot.

Namun akhirnya ditemukan juga ketidakmulusan di bagian ujung. Kemulusan film ini terganggu di akhir-akhir film. Saya sampai berdiskusi dengan orang-orang yang menonton (tim juri dan beberapa pendamping) apakah darah menstruasi bisa tembus celana jins karena adegan itu cukup mengganggu saya. Walau katanya bisa, artistik di bagian itu nampak kurang diperhatikan si pembuat film.

Adegan berjalan terlalu cepat dan editing kurang pas di bagian penghujung menjadi cela dari film ini. Hal ini meneguhkan ungkapan saya di awal soal film pertama (hasil modifikasi ungkapan Anggun C.Sasmi). Untungnya film ini ditutup shot yang ciamik, merepresentasikan perasaan karakternya dan sangat "nendang".

DUA

Film puitis, romantis, nan melankolis ini penuh dengan syair-syair indah di dalam dialognya, mengingatkan saya pada film-film drama garapan Garin Nugroho. Konsekuensi dari membuat film drama semacam ini adalah acting, artistik, sinematografi, dan colouring pada pasca-produksi (yang selanjutnya saya sebut kemasan) harus digenjot sedemikan rupa untuk menunjang visualisasinya.

Dialog puitis dalam bahasa tutur yang penuh kiasan atau metafora dalam film ini tidak tertopang kemasannya. Threatment film ini masih digarap apa adanya (bahasa lain untuk realis), padahal cerita dan dialognya sangat butuh pendekatan hyper-realitas atau mungkin surreal.

Saat kemasannya tidak dapat merepresentasikan isinya, apa yang diceritakan film pun tidak akan sampai kepada penonton. Ketika kemasan tidak sinkron, isi pun dapat ditangkap salah kaprah. Misal dalam film ini, saya sangat bisa merasakan kekuatan dari setiap untaian-untaian dialognya. Tetapi karena tidak ditampilkan sebagaimana mestinya, film ini jadi berkecenderungan cheesy dan norak.

Walau demikian, saya memuji keberanian tim produksi ini untuk mengeksekusi film gaya drama semacam ini yang barangkali saya pun tidak mampu melakukannya. Selain itu, musik/LAGU original yang khusus dibuat untuk film ini, menurut saya sangat layak disebar melalui i-Tunes.

Oke baiklah...
Seperti posting sebelumnya, yaitu demi kenyamanan membaca agar tidak terlalu panjang, review atau ulasan saya terhadap film-film Moviekom 2013 saya lanjut di bagian berikutnya.

Simak terus blog ini. Semoga ada pelajaran yang didapat, semoga bermanfaat.

"Keep Rolling...!"
"CC! CC! CC! ACTION!!!"

Senin, 01 April 2013

Moviekom 2013 (Bagian 1): Menakjubkan! ...lalu MISS

Pada 26 Maret 2012 lalu, Cinematography Club (CC) Fikom Unpad telah berhasil menyelenggarakan kegiatan apresiasi (screening/pemutaran) film-film karya calon anggota dengan sangat meriah, dengan antusiasme penonton yang sangat tinggi. Sebuah auditorium atau lebih tepatnya dome di Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor yang bernama Bale Santika Tanginas Waras Bhinekas, penuh sesak diisi penonton. Antusiamenya bahkan dapat dikatakan bisa menandingi pemutaran perdana film-film Hollywood. 

Menakjubkan! Satu kata untuk mewakili penyelenggaraan Moviekom 2013 yang masuk tahun kedua ini. Antusiasme penonton yang sebegitu besar dari kalangan (mayoritas) mahasiswa ini sudah barang tentu membahagiakan para pembuat film pendek yang masuk CC. Apa yang dicari pembuat film sih kalau bukan mendapat apresiasi dan filmnya tersampaikan kepada penonton?

Lalu bagaimana dengan film-filmnya yang berjumlah 12 film pendek? Memang konsep yang ditawarkan Moviekom yaitu pemutaran dan pemberian penghargaan kepada orang-orang "di balik layar", tanpa ada diskusi atau feedback dari penontonnya secara langsung selama acara. Sesuatu yang tidak atau mungkin belum menjadi sasaran dari penyelenggaraan Moviekom. Nyatanya, diskusi antara pembuat film dengan para juri atau tim penilai pun tidak masuk "menu utama" dalam penyelenggaraan Moviekom.

Hal ini dirasa perlu mengingat produksi film yang mereka buat adalah proses pembelajaran yang belum usai dalam memasuki "rumah" dengan kehangatan keluarga yang terekat oleh kecintaan/minat pada film ini. Dengan adanya penghargaan/award, dapat diketahui film mana yang unggul dibanding 11 film lainnya dilihat dari berbagai sisi yang terpetakan dalam berbagai kategori. Pemberian penghargaan ini penting untuk mengetahui "kekuatan" dari anggota CC yang baru, dan (mungkin) diharapkan memacu mereka untuk berkarya lebih baik lagi. Tapi selain itu, lebih penting lagi tentunya bagi mereka untuk mengetahui "kelemahan" dari film-filmnya sehingga tahu apa yang harus diperbaiki ke depannya.

Atas dasar itu saya menulis ulasan atau review ke-12 film Moviekom untuk mewakili diskusi secara terbuka dengan seluruh anggota tim produksi. Dengan kerendahan hati karena menyadari ilmu masih dangkal dan pengalaman masih terbatas, saya memberikan komentar berdasarkan apa yang saya lihat dari 12 film. Urutan film yang saya bahas di bawah ini dengan disusun acak dan tidak menunjukkan urutan kualitas dari film-filmnya. Oke, siap? Mari kita mulai.

MISS. Film ini mengangkat kisah seorang banci salon. Pada bagian awal, film ini menceritakan tersakitinya hati seorang lelaki oleh seorang wanita yang dicintainya. Apakah karena itulah lelaki ini menjadi banci salon ATAUKAH karena profesinya sebagai banci salon dia jadi "disakiti" wanitanya? Entahlah. Hal ini perlu dipertanyakan lagi karena yang terbangun (yang tersampaikan kepada penonton) adalah lelaki ini saking desperate-nya karena wanitanya selingkuh, dia jadi memutuskan jadi banci dengan profesi sebagai penata rias di salon.                                              Bagi saya ini realitas baru. Saya pilih sebut demikian alih-alih menyebut ini sesuatu yang aneh. Hehehe... Apakah bisa seseorang karena alasan sakit hati (sebegitu sakitnya) hingga beralih orientasi? Jawabannya (mungkin) BISA. Akan tetapi bisakah dia langsung jadi mahir menata rias? Kayanya TIDAK. Pembangunan cerita ini yang terlalu dipaksakan. Akan elok mungkin jika lelaki ini memang "tukang" salon sedari awal tapi belum jadi banci. Baiklah karena kurang jelas, kita anggap saja begitu.

Serunya bikin film memang bisa merangkai-rangkai realitas dan tentunya dengan seriil-riilnya jika memang filmnya bukan fantasi atau beraliran surreal. Untuk mendapatkan sesuatu yang seriil-riilnya, pengalaman hidup si pembuat (filmmaker) jadi sangat berarti. Kalaupun tidak, adanya riset atau observasi, atau paling minimal penemuan (pernah melihat) jadi sesuatu yang sangat penting dalam membuat film agar film kita bisa diterima.

Penonton akan membentengi pikirannya akan pesan/kandungan film jika ada penyangkalan atas (satu/beberapa) realitas yang ditampilkan di dalam film. Belum apa-apa udah "kok gitu?". Bisa dibayangin kan? Atau pernah kan kita sendiri jadi penonton dan pikiran macam itu muncul ketika menonton. Soal observasi ini yang fatal dalam sebagian besar produksi film-film Moviekom 2013. 

Pernahkah pembuat film melihat atau ditatariasi banci? Apakah banci salon berpenampilan seperti yang ditampilkan? Yang saya lihat justru lebih ke banci kaleng yang suka ngamen. Terlepas dari itu, artistik film ini untuk beberapa adegan sangat JUARA, contohnya adegan gorok leher yang memuncratkan darah. Itu terlihat sangat pro. 

Sayang memang penataan darah yang jadi "mainan" dalam produksi film ini tidak nampol sepenuhnya. Ada beberapa adegan yang penataan artistik dan propertinya justru failed. Dan yang sangat mencolok adalah adegan penyayatan pipi yang mengeluarkan darah dengan mata pisau yang terbalik. Cinematographer kurang bijak dalam menentukan dan memilih shot.

Kebijaksanaan atau bisa disebut juga kepintaran dalam memilih angle dan shot yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan jadi sesuatu yang perlu dimiliki tim kamera di tengah keterbatasan produksi yang minim bugdet. Misalnya dalam film ini adalah pilihan tetap "menembak" pintu kaca yang menjadi pintu masuk orang yang masuk ke dalam salon. Terlihat cahaya lewat pintu kaca itu lebih terang daripada di dalam salon yang tanpa bantuan lighting pasti menimbulkan backlight. Semestinya shot itu bisa diganti angle lain yang tidak mengurangi maksudnya. Walau begitu, ada juga shot-shot menakjubkan (dalam artian pas mantap) pada film ini.

Terkait acting, saya memberikan salut untuk pemeran prianya yang berani jadi banci. Itu bukan kesehariannya kan? Hehehe... Cuma sayang saja pengaturan adegannya kurang maksimal sehingga beberapa adegan mengganjal dan potensi acting dari setiap cast yang ada di film ini kurang tereksplorasi. Yang saya soroti misalnya adegan penjeratan leher si wanita dengan tali oleh si banci ketika hendak kabur. Momentumnya hilang ketika si wanita melirik kiri-kanan duluan. Adegan semacam itu pernah saya lihat di film Asia berjudul DREAM HOME. Keselarasan adegan dan pengambilan gambar memang butuh keselarasan, karena itu sutradara itu mesti "kawin" dengan penata fotografinya (director of photography/DOP).

Oya satu hal lagi soal cerita yang mengganjal dan sebenarnya menjadi kunci dari film ini. Sebenarnya si wanita dan si lelaki sudah pacaran seberapa lama, sampai-sampai tahi lalat deket bibir gak ketahuan atau kurang tersadari saat membunuh..? Oke, mungkin memang si tokoh sebegitu kalutnya hingga tanda lahir tersebut terabaikan.

Terkait inkonsistensi, sedikit cacat memang hal yang lumrah dalam film produksi pertama karena namanya juga belajar. Kadang pas mantap, kadang aduh ampun. Apakah (bagian-bagian) yang bagusnya itu kebetulan ATAUKAH memang hasil perencanaan yang jika ada yang jelek itu hanyalah kehilafan? Kata kuncinya ada di perencanaan dan persiapan. Semakin matang perencanaan dan persiapannya, filmnya bisa jadi semakin berpeluang bagus.

Well...

Kebayang gak kalau satu film aja ulasannya udah sepanjang ini, gimana kalau udah 12 film. "Edduunn.." Terlalu memaksakan kalau di-satu-post-kan. Saya lanjut pembahasaan film lainnya di bagian berikutnya ya. Terus simak blog ini.

Semoga bermanfaat dan ada pembelajaran yang dapat diambil.
"Keep Rolling...!!!"
"CC! CC! CC! Action!"

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More