Kemarin kemana ya?
Minggu kemarin ngapain aja ya?
Bulan kemarin udah ngelakuin apa aja ya?
Tahun kemarin apa aja yang udah diperbuat ya?
"Manusia adalah tempatnya lupa dan salah."
Sangat tersadari, pribadi ini adalah orang mudah lupa, lebih-lebih mudah khilaf. Pertanyaan-pertanyaan di atas mudah muncul, dimana kemunculannya sering membuat merasa diri bersalah, "What I did?", atau apakah saya sebenarnya tidak berbuat apa-apa?
Waktu sesuai sunatullahnya, terus berjalan liner dengan rotasinya yang terus berulang dan konsisten, dengan kalimat lain waktu bergerak maju secara perhitungan Hijriah/Masehi dengan mengulang nama-nama bulan/hari dan satuan waktu yang sama (setahun=12 bulan, sebulan=4 minggu, seminggu=7 hari, sehari=24 jam, sejam=60 menit, semenit=60 detik).
Dan, seketika kita mungkin bisa lupa apa yang terjadi, khususnya yang terjadi dan/atau dibuat jadi bagi dan oleh diri, dalam menghabiskan waktu yang (yakinilah) merupakan karunia. Sadar-sadar waktu kita telah habis, dan lebih-lebih menjadi sesuatu yang menyedihkan bila kitapun tak ingat apa yang sudah kita lakukan.
Maka agar kita tak lupa dan lebih sadar atas diri (karena diri kita adalah tanggung jawab diri kita masing-masing), mari kita buat catatan kehidupan kita sendiri. Kita buat hikayat agar hidup kita tak hilang dari sejarah, mengingat kita manusia yang sudah mengenal tulisan, bukan manusia prasejarah.
Bukankan sudah biasa dilakukan media sosial?
Kita mencatatkan apa yang dilakukan, apa yang dipikirkan, sampai bernarsis ria di "ruang pameran" tersebut. Namun perlu diingat, ruang media sosial bisa dikatakan sebagai ruang publik, milik umum, ibarat toilet umum. Dengan karakteristiknya yang terbatas karena digunakan banyak orang, seberapa besar kita bisa menjadikan media sosial tersebut sebagai media pencatat perbuatan yang bisa kita gali untuk mengingat (muhasabah) atau lebih dalam lagi mengambil pelajaran darinya? Kamu bisa menjawabnya sendiri.
Perlunya apa kita mencatat kehidupan kita?
Sebagaimana kutipan di atas, manusia adalah tempatnya lupa dan salah. Bila kita sadar akan hal itu, bagaimana sikap kita? Apakah itu jadi alasan pembenaran atas apa-apa yang lupa dan kita lupakan, serta segala salah yang kita lakukan?
Bila demikianlah pola pikir yang kita pegang, benarlah apa yang Maha Kuasa katakan bahwa manusia itu dalam kerugian, dengan kalimat lain mungkin bisa disebut bahwa kita itu sedari awal kondisi atau karakteristiknya sudah minus.
Akan tetapi kita dibekali modal akal yang menjadikan kita potensial sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling mulia. Kita bisa dan sangat mampu mengatasi kurangnya kita, biar kita tak lupa dan mengulang salah.
Semoga bisa konsisten.
Kepada yang Maha Mengatur Segala Konsistensi, kita memohon dan meminta pertolongan.
Aamiin...