Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Pemimpin Negara yang Telat Gaul

Pemimpin negara yang rakyatnya sering cetak "trending topic" (akhirnya) punya akun twitter. "Artis-artis twitter" Indonesia harus menepi dulu, Pak @SBYudhoyono mau lewat. (ilustrasi: merdeka.com)

"Shortcut" Pemenuhan Keinginan

Masih saja ada orang yang ingin penuhi hasrat keinginan duniawi melalui cara instan lewat praktik perdukunan berbalut guru spiritual di negeri yang gila hi-tech/gadget seperti ini. (foto: Shutterstock)

Perhatian di Tiap Malam Jelang Akhir Pekan

Telah menjadi pusat perhatian pemirsa di tiap Jumat malam. X Factor Indonesia mencetak ulang konstruksi idola melalui ajang yang katanya bukan hanya "singing competition". (foto: dusunblog.com)

Kenapa Perlu Giat 'Bikin' Film?

Janganlah dahulu menanyakan "Bagaimana", tanpa terjawab sebelumnya, "Mengapa" atau "Kenapa perlu/harus". Lalu "What for?" "Emang dengan banyak orang bikin film, so what?". (ilustrasi: net)

Cari yang Cocok, Jangan Cuma Cuco'

Tidak mutlak nyatanya jika pria itu menyukai wanita dengan tubuh yang aduhai dan wajah yang cantik jelita. Ada hal lain pada diri wanita yang membuat pria tertarik. (foto: Reuters)

Selasa, 01 April 2014

Kipas Angin dan AC adalah Kebutuhan Sekunder di Jakarta (Hari 1)

INTRO: Jurnal harian atau sebut saja hikayat ini saya buat untuk menghargai apa yang terjadi dalam waktu agar tidak begitu saja hilang ditelan waktu, semisal lupa akan apa yang telah berlalu.

Baiklah, ini adalah hari pertama saya di Jakarta sebagai pendatang yang akan segera turut meramaikan hiruk pikuk ibukota. Lebih tepatnya sebenarnya adalah (kurang lebih) 24 jam pertama setelah kedatangan saya dari Bandung lalu tiba di kost-an.

Memang, perjalanan ke Jakarta bukanlah yang pertama. Sebagai pusat segala aktivitas ekonomi di negeri ini, tentu saya sudah beberapa kali singgah di kota ini. Tapi bedanya, kini tak menumpang di tempat/rumah teman ataupun tidak menginap di hotel (dibiayai dalam rangka tugas tertentu). Saya kini mengekost dan itu adalah pengalaman pertama bagi saya.

Pengalaman pertama untuk tidak tinggal di rumah, meskipun bukan pengalaman pertama jauh dari orang tua, karena saat masa SMA saya merasakan itu, orang tua di Sukabumi dan saya di Bandung untuk sekolah di SMAN 2 Bandung. Saat itu, saya tinggal di rumah di Bandung bersama kakak. Artinya masih tinggal bersama keluarga. Nah sekarang, pengalaman baru ini dirasakan.

Hari ini, hari pertama saya telah berstatus sebagai pendatang yang tinggal mengekost di Jakarta. Adanya pelatihan dari Bisnis Indonesia karena status saya meningkat dari kontributor menjadi reporter, mengharuskan saya untuk tinggal di Jakarta lebih dari sebulan. Ini jelas adalah suatu momen peningkatan dalam proses pendewasaan, menyambung hidup di bukan kota kelahiran.

Tidak ada sesuatu yang luar biasa bagi saya, selain memang ada impresi yang berbeda ketika harus pergi dari rumah membawa baju lebih banyak, dan tak kembali ke rumah (keluarga) untuk waktu yang cukup lama. Lebih-lebih, saya harus mengekost di ibukota. Pengalaman menginap di kostan teman menjadi semacam training, walaupun tidak disengajakan atau dipersiapkan untuk waktu sekarang. Menginap di kostan teman itu tentu saja bukan ujian sebenarnya. Mental langsung diterpa begitu diri sendiri secara nyata merasakan dan mengalaminya.

Ternyata begini toh jadi anak kost...
Memiliki teritorial pribadi meski sebatas seluas kamar dan itu sifatnya sewa.
Baiklah... Saya harus membuat nyaman tempat tinggal baru saya.

Dengan harga sewa Rp800.000 sebulan--sengaja saya sebut nominalnya agar bila kemudian hari tulisan ini dibaca dapat ketahuan berapa inflasinya ketika nanti  (sekarang di masa depan-pen)--saya hanya dapat satu kamar, satu kasur, satu bantal, dan satu lemari plastik, kamar mandi di luar. Hemmm... Jakarta panas dan gerah loh. Di kosan saya ini tidak ada kipas angin tak ada, AC apalagi. Alhasil, mandi keringat semalaman, begitu pula sekarang ketika saya mengetik tulisan ini.

Saya pernah ngerasain ikut menginap semalam di kosan Mojo (teman akrab dari Fikom yang bekerja di Kompas Gramedia bagian event) di daerah Kebun Jeruk, dan itu rasanya gerah banget, walaupun kosannya sudah dilengkapi kipas yang menempel dan mengatur sirkulasi ke luar dinding kamar. Kerasa, itu masih gerah.


Dari sini mendapati, di Jakarta:
Bila perut telah terisi, seraya badan telah berbalut pakaian dan tempat tinggal telah ditempati, kipas angin atau AC adalah barang yang perlu ada, tidak bisa tidak, terkecuali pilihannya adalah ber-"topless" ria di malam hari.

Pengalaman itu juga yang membuat saya memahami dan mensyukuri nikmatnya tinggal di Bandung. Kita perlu bersyukur Bandung dan juga sekitarnya memiliki AC alami yang dapat dirasakan dengan hanya membuka sedikit jendela kamar. Udaranya telah sejuk secara otomatis tanpa remote dan listrik.

Rasakan bagaimana sejuknya tempat kalian saat ini, oleh pendingin ruangan, AC, atau kipas angin, terlebih cuaca sejuk yang memang sudah dianugerahkan oleh Allah Swt Yang Maha Kuasa.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More