Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Jumat, 05 April 2013

Moviekom 2013 (Bagian 2): Malah MENYIKSA Ketika Tak MenCINTA

Saya lanjutkan ulasan film di Moviekom setelah film MISS sudah duluan terulas di bagian 1. Film MISS, di urutan kicauan saya, adalah  film terakhir yang saya twit dan jadi yang pertama saya ulas. Ternyata filmnya bisa merangkum tema besar Moviekom 2013, yaitu tentang Cinta atau Romansa dan Penyiksaan yang menjurus Pembunuhan.

Disayangkan genre film Moviekom tahun ini kurang variatif. Tahun lalu ada drama, horror, komedi, dan action dengan tema cerita yang beragam. Secara umum, kualitas 12 film Moviekom 2013 bisa dikatakan kurang begitu merata. Ada yang sudah kuat, ada yang masih lemah, tapi itu lumrah dan tak masalah.

Walau begitu, jika saja dibandingkan dengan film pertama saya dulu, misalnya, film-film anggota baru Cinematography Club (CC) Fikom Unpad tahun ini sudah sangat jauh lebih bagus, secara teknis maupun isi. Ketika saya baru masuk CC, saya belum bisa bikin sebagus film-film anggota baru yang sekarang. Anggota CC 2012 yang mengisi tim produksi di bawah bimbingan langsung anggota CC 2011 sebagai produser, patut berbangga atas karyanya. Dan jika memang sesuai dengan passion, silakan lanjutkan untuk (kembali) berkarya.

Namun tentunya standar pengapresiasian saya sekarang tak bisa lagi memakai cara berpikir ketika saya baru masuk CC. Atas kehendak-Nya, saya yang belum lepas dari menonton film, belajar bikin film, dan ngobrolin film dengan orang-orang telah kadung punya frame of reference dan field of experience. Itulah yang saya pakai dalam memandang ke-12 filmnya. Untuk ulasan per film-nya, sebisa mungkin saya peringkas.

LARAS
Film ini menampilkan perempuan yang disebut kasir sebuah toko, "Kartu kredinya diblok." Tidak sopan, enggak seperti (realitas) biasanya lho itu. Lalu cerita berlanjut dengan intrik si perempuan mengelabui laki-laki hidung belang yang mengajak mesum (yang diperankan secara epik oleh pemainnya).

Ceritanya cukup sederhana dengan konsep cycle, tapi sayang terlalu mudah dibaca. Adegan yang kurang mengalirkan cerita, bikin penonton mengernyitkan dahi dan jadi butuh penjelasan dari si pembuat. Di film ini, contohnya, si wanita sudah di luar toko dengan barang belanjaannya, menghampiri pria tak dikenal yang menggodanya di seberang jalan) .

Secara teknis atau kemasan filmnya, terkait sinematografi, artistik, wardrobe dan make up, editing, dan acting, film ini masih nanggung dan terasa masih ada "keraguan" dari para orang di balik layarnya, mungkin karena kurang persiapan. Hampir terjadi di sebagian besar film, sisi "bagus" dari sebuah film munculnya masih kadang-kadang atau belum konsisten. Saya modifikasi ungkapan Anggun C.Sasmi di acara X-Factor, "Film pertama memang tidak semulus paha Cherrybelle."

Salah satunya dalam pergerakan kamera (Tilt Up-Tilt Down, Pan Right-Pan Left, Tracking, dan gerak bebas atau handheld), penggunaannya belum sepenuhnya pas. Yang cukup mengganggu yaitu shot lama ke pohon tanpa bisa dipahami maksudnya, lalu tilt down ke arah tokoh wanita dengan kurang mulus karena diduga) tripod-nya keset.

Dari film ini saya sangat salut kepada pemeran wanita yang dengan sangat berani memainkan perannya. Namun saya kurang nyaman dengan pemeran prianya yang walau mungkin mimik mesumnya sudah sangat "akurat", tapi kayanya akan lebih pas jika pemerannya adalah pria yang lebih berumur agar pas dengan karakter dan ceritanya.

KLOVN

Satu pertanyaan untuk film ini, dan juga ditujukan untuk film-film lainnya, yaitu kalau bahasa di dalam filmnya pakai bahasa Indonesia, kenapa judulnya mesti pakai bahasa Inggris? Saya pun pernah membuat film berbahasa Indonesia dan judul filmnya bahasa Inggris. Setelah dipikir-pikir, kenapa juga harus berbahasa Inggris? Emang filmnya diputar di festival internasional? Kita (diungkap para sosiolog) seperti bangsa yang minder.

Soal filmnya, inilah film penyiksaan dengan aksi yang tidak jelas maksud dan ceritanya. Karakter badut pembunuh di film ini kurang jelas motifnya. Simaklah, ensure that each main character has a clear motivation (dikutip dari situs WhatCulture.com). Untuk ceritanya, yang merupakan hal esensial di dalam film, KLOVN kurang mampu menyampaikannya dengan terang.

Film ini terasa kekurangan shot yang saya duga disebabkan kurangnya persiapan ketika seharusnya do as much planning as possible (WhatCulture.com). Ketika berkesempatan berbincang dengan pembuat film, lalu dia mengungkapkan sesuatu tentang filmnya, "Jadi sebenarnya, maksudnya...", dapat dipastikan bahwa ada kesalahan atau kegagalan dalam pembuatan (filmnya).

Yang saya suka dari film ini adalah tawa dari si badut dan hal di luar filmnya, yaitu poster yang menarik. Lebih dari itu, film ini sangat berpotensi menjadi film yang seru, kejam dan menggetarkan selama memiliki threatment dan backsound yang juga seru, kejam, dan menggetarkan.

SWEET BITES

Film tentang wanita kesepian yang tiba-tiba mendapatkan "romantisme" secara intens dari seseorang yang diharapkannya jadi belahan jiwa ini berhasil dikemas manis dan apik. Penataan artistik dari film ini sangat terkonsep dengan matang. Dari film ini saya belajar bagaimana properti bercerita dan menguatkan cerita.

Mood/feel dari film ini terbangun. Antara adegan, shot, musik, artistik, dan dialog cita rasa romance, terpadu harmonis. Kesemuanya itu muncul dengan cutting dan music mixing yang pas dalam editing. Urusan sinematografi, film ini pintar secara komposisi sehingga si tokoh wanita terlihat seksi. Bukan beauty shot tapi mungkin istilahnya exotic shot.

Namun akhirnya ditemukan juga ketidakmulusan di bagian ujung. Kemulusan film ini terganggu di akhir-akhir film. Saya sampai berdiskusi dengan orang-orang yang menonton (tim juri dan beberapa pendamping) apakah darah menstruasi bisa tembus celana jins karena adegan itu cukup mengganggu saya. Walau katanya bisa, artistik di bagian itu nampak kurang diperhatikan si pembuat film.

Adegan berjalan terlalu cepat dan editing kurang pas di bagian penghujung menjadi cela dari film ini. Hal ini meneguhkan ungkapan saya di awal soal film pertama (hasil modifikasi ungkapan Anggun C.Sasmi). Untungnya film ini ditutup shot yang ciamik, merepresentasikan perasaan karakternya dan sangat "nendang".

DUA

Film puitis, romantis, nan melankolis ini penuh dengan syair-syair indah di dalam dialognya, mengingatkan saya pada film-film drama garapan Garin Nugroho. Konsekuensi dari membuat film drama semacam ini adalah acting, artistik, sinematografi, dan colouring pada pasca-produksi (yang selanjutnya saya sebut kemasan) harus digenjot sedemikan rupa untuk menunjang visualisasinya.

Dialog puitis dalam bahasa tutur yang penuh kiasan atau metafora dalam film ini tidak tertopang kemasannya. Threatment film ini masih digarap apa adanya (bahasa lain untuk realis), padahal cerita dan dialognya sangat butuh pendekatan hyper-realitas atau mungkin surreal.

Saat kemasannya tidak dapat merepresentasikan isinya, apa yang diceritakan film pun tidak akan sampai kepada penonton. Ketika kemasan tidak sinkron, isi pun dapat ditangkap salah kaprah. Misal dalam film ini, saya sangat bisa merasakan kekuatan dari setiap untaian-untaian dialognya. Tetapi karena tidak ditampilkan sebagaimana mestinya, film ini jadi berkecenderungan cheesy dan norak.

Walau demikian, saya memuji keberanian tim produksi ini untuk mengeksekusi film gaya drama semacam ini yang barangkali saya pun tidak mampu melakukannya. Selain itu, musik/LAGU original yang khusus dibuat untuk film ini, menurut saya sangat layak disebar melalui i-Tunes.

Oke baiklah...
Seperti posting sebelumnya, yaitu demi kenyamanan membaca agar tidak terlalu panjang, review atau ulasan saya terhadap film-film Moviekom 2013 saya lanjut di bagian berikutnya.

Simak terus blog ini. Semoga ada pelajaran yang didapat, semoga bermanfaat.

"Keep Rolling...!"
"CC! CC! CC! ACTION!!!"

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More