Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Rabu, 13 Oktober 2010

Asal-usul Ensiklopedia

Kita kembali ke tahun 1746, Prancis. Para penyusun "Encyclopédie ",
terutama Diderot, adalah pembawa semangat ilmu dan rasionalitas -- yg
sering bertabrakan dgn Gereja. Nopember 1750, 8000 lembar prospektus
disebar utk cari dukungan buat proyek besar ini. Penulis prospektus:
Diderot. Kata "encyclopédie" secara harfiah berarti "pengajaran" yang
dihimpun dlm sebuah lingkaran. Khususnya, pengajaran ilmu-ilmu. Dlm
prospektus disebut oleh Diderot: "Kata ensiklopedia menandai saling
hubungan antara ilmu-ilmu". Ilmu2 telah berkembang hebat, kata Diderot;
kebutuhan utk menyebarkannya mendesak. Ilmu yg tak dibagikan tak akan
berguna.

Maka "Encyclopédie" akan menyusun ringkasan ilmu dlm 8 jilid. Proyek
akan selesai dalam 2 tahun. Diimbau agar orang berlengganan. Sambutan
ternyata ramai, terutama dari kelas menengah atas. Ini penting: dunia
ilmu dan sastra bisa mandiri dr kelas aristokrasi. Dulu, karya sastra
d.l.l. dibeayai para bangsawan dan dipersembahkan kpd mereka. Proyek
"Encyclopédie" tidak lagi. Tanda perubahan. "Encyclopédie" juga menandai
perubahan lain. Orang tak lagi tenang berbantalkan "agama + hukum", tapi
mulai memilih rasio.

Jilid pertama "Encyclopédie" terbit 28 Juni 1751. Bentuknya tak sama dgn ensiklopedia yg kita kenal sekarang. Di dlm jilid pertama itu, tak ada
biografi & sejarah. Malah agak mirip kamus: menjelaskan istilah, sinonim
dan tatabahasa. Dlm jilid pertama itu ada esei D'Alembert. Ia dipilih
krn ia ilmuwan utama dan penulis prosa yg ulung - seorang agnostik yg
hati2. Ia hrs hati2 karena takut sensor dari pemuka agama. Ia tak bisa
berterus terang. Ia malah tulis bhw agama mengajarkan banyak hal. Tapi
kpd Voltaire ia kemudian menulis: "Waktu akan mengajar orang utk
membedakan apa yg kita pikirkan dari apa yg kita utarakan". Itu sebabnya
jilid I "Encyclopédie" tak menyerang agama. Maka kalangan Jesuit
menyambutnya hangat. Tapi masih ada yg curiga.

Seorang mantan uskup melapor ke Raja, bhw para penulis "Encyclopédie"
telah menipu sensor kerajaan. Raja Louis pun mengirim jilid I itu ke
Malesherbes, juru sensor kerajaan yg pangkatnya disebut "directeur de la
librarie". Malesherbes sendiri juru sensor yg lunak. Ia bahkan pernah
menulis buku ttg kemerdekaan pers. Pendapatnya mengejutkan. "Seorang yg
hanya membaca buku2 yg..terbit dgn izin pemerintah", tulisnya, "akan
nyaris tertinggal seabad dari orang2 semasanya". Maka "Encyclopédie"
jilid I selamat. Tapi hidup tak mudah bagi jilid2 berikutnya.

Dimulai dgn Jilid II, Januari 1752. Dlm jilid ini ada tulisan Jean
Martin Prades. Ia seorang rohaniawan muda yg tahun sebelumnya
menghebohkan Universitas Sorbonne. Prades memajukan sebuah tesis yg
menunjukkan kacaunya kronologi Alkitab dan memperkenalkan satu theologi
liberal. Tesisnya diterima. Prades dpt gelar doktor. Tapi para agamawan
di Parlemen Paris marah. Gelar hrs dicabut. Prades hrs ditangkap.
Universitas Sorbonne tak berani melawan. Gelar doktor bagi Prades
dicabut. Orangnya melarikan diri ke Prusia. Di bawah kekuasaan tokoh2
agama, kemerdekaan akademi dan kebebasan berpikir dan mengutarakan
pikiran dianggap berbahaya.

Maka ketika di jilid II "Encyclopédie" ada esei Prades, para pembesar
Gereja pun mengamuk. Uskup Agung Paris melarangnya. Diderot sendirti tak
ditangkap. Tapi semua bahan utk penerbitan berikutnya disita negara.
Juru Sensor yg baik, Malesherbes tak berdaya. Tapi ia bersama orang2
lain minta agar proyek "Encyclopédie" diijinkan kembali. Ijin diberikan.
Tapi Jilid III s/d VI terbit dgn sensor ketat. Tapi bisakah rasa ingin
tahu manusia dicegah oleh para wakil Tuhan?

Meskipun dihambat oleh yg berkuasa, "Encyclopédie" memperoleh lebih
banyak pelanggan. Sampai di atas 4000 orang. Bahkan para penyumbang
makin banyak. Termasuk Voltaire. Diderot sendiri menulis satu esei
penting ttg ensiklopedia utk Jilid VI. Diceritakannya kembali
susah-payah melanjutkan proyek ini. Dana cepak, para penulis hrs kerja
sampai sakit.

Tapi Jilid VII malah dapat serangan paling dahsyat. Dlm jilid ini, ada
tulisan Louis de Jaucourt yg mengecam keadaan Prancis. Ia gambarkan
Prancis sbg negeri yg dirundung kemiskinan petani, dan ketimpangan
sosial yg ekstrim. Tapi yg paling menyengat adalah rtulisan D'Alembert
yg membandingkan Geraja Katolik dan Protstan ala Calvin di Jenewa.

Syahdan, 5 Januari 1757 ada usaha pembunuhan atas Raja. Penguasa pun
memberlakukan lagi aturan lama yg sangat represif. Dlm peraturan ini,
para penerbit, penulis, dan penjual buku2 yg menyerang agama dan
kerajaan akan dihukum mati. Beberapa penulis ditangkap. D'Ambert
ketakutan, tak mau ikut bikin "Encyclopédie" lagi. Voltaire usul agar
proyek ini dihentikan. Diderot belum mau menyerah.

Tapi 23 Januari 1759, wakil raja memberi tahu Parlemen ttg adanya
"proyek yg akan menghancurkan agama". Tgl 8 Maret 1759, "Encyclopédie"
secara resmi dilarang. Agama dan moral dianggap akan rusak berat oleh
proyek pencerahan itu. Tapi orang spt Diderot tak menyerah, meskipun
sedih. Ia menyiapkan 9 jilid tambahan "Encyclopédie", hingga akhirnya ia
kecapekan.

Bagaimanapun, jauh sebelum ada Kul-Twit, ia tahu perlunya manusia
berbagi ilmu pengetahuan dan kegiatan berpikir bagi peradaban. Ia juga
saksi zaman baru, ketika agama tak bisa hilang dari hidup manusia - tapi
tak bisa lagi jadi satu2-nya jawab ttg kebenaran. (?)


oleh Goenawan Moehamad

2 komentar:

wah..pengetahuan baru neeh buat saya..
ternyata sumber kebenaran sejati memang ada di agama ya...

Terima kasih kepada Andry Sianipar yang berkenan memberi komentar di tengah lesunya ruang diskusi di dunia maya ini. Yang saya amati, dunia maya lebih ramai dengan ruang-ruang yang tidak mencerdaskan semisal komen-komen foto, hehehe.

Senang rasanya bila menjadi manfaat buat Andry.

Walaupun kebenaran sejati itu ada di agama, sikap kritis dan skeptis harus tetap dikedepankan sebagai optimalisasi akal pikiran yang kita punya. Jangan sampai kita hanya menerima begitu saja (Ini berlaku bagi persoalan lainnya).

Bila konteksnya adalah Islam, yang jadi patokan tentunya adalah Quran dan Sunnah dengan prinsip ketauhidan (hanya bertuhan kepada Allah), tidak pada yang lainnya, termasuk kepada akal pikiran kita. Sering menemukan kan orang yang bertuhan pada akal pikirannya, seolah apa yang terpikirkan olehnya adalah kebenaran?

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More