Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Pemimpin Negara yang Telat Gaul

Pemimpin negara yang rakyatnya sering cetak "trending topic" (akhirnya) punya akun twitter. "Artis-artis twitter" Indonesia harus menepi dulu, Pak @SBYudhoyono mau lewat. (ilustrasi: merdeka.com)

"Shortcut" Pemenuhan Keinginan

Masih saja ada orang yang ingin penuhi hasrat keinginan duniawi melalui cara instan lewat praktik perdukunan berbalut guru spiritual di negeri yang gila hi-tech/gadget seperti ini. (foto: Shutterstock)

Perhatian di Tiap Malam Jelang Akhir Pekan

Telah menjadi pusat perhatian pemirsa di tiap Jumat malam. X Factor Indonesia mencetak ulang konstruksi idola melalui ajang yang katanya bukan hanya "singing competition". (foto: dusunblog.com)

Kenapa Perlu Giat 'Bikin' Film?

Janganlah dahulu menanyakan "Bagaimana", tanpa terjawab sebelumnya, "Mengapa" atau "Kenapa perlu/harus". Lalu "What for?" "Emang dengan banyak orang bikin film, so what?". (ilustrasi: net)

Cari yang Cocok, Jangan Cuma Cuco'

Tidak mutlak nyatanya jika pria itu menyukai wanita dengan tubuh yang aduhai dan wajah yang cantik jelita. Ada hal lain pada diri wanita yang membuat pria tertarik. (foto: Reuters)

Selasa, 15 Desember 2009

Sebuah Akhir yang Membuat Tak Berakhir: Apresiasi Video "The Last Lecture" (Randy Pausch)

“Tembok penghalang berdiri disini karena suatu alasan, bukan untuk menghalangi kita. Tembok ini ada untuk memberikan kita kesempatan untuk menunjukkan sekuat apa kita menginginkan sesuatu.” –Randy Pausch –


Apa yang menjadi penghalang Saya, Anda, atau Kita untuk mewujudkan cita-cita selama ini? Bila hal itu ditanyakan, dapat dipastikan kita akan mencari-cari jawaban. Tentu alasan dapat dicari yang kesemuanya itu mungkin hanya akan menjadi sebuah pembenaran akan tidak terwujudnya cita-cita kita. Setidaknya hal tersebut muncul di dalam benak saya saat menyaksikan penayangan video The Last Lecture di kelas. Disadari kemudian yang terjadi selama ini, saat cita-cita (apapun) itu menyeruak sering kali langkah terasa tertahan, seakan ada tembok besar yang menghalangi. Halangan itu dapat berasal baik dari dalam diri maupun dari luar diri. Saat dihadapkan dengan halangan tersebut, terhentilah langkah dalam menggapai cita-cita yang ada. Dalam video tersebut, diingatkanlah bahwa tembok penghalang tersebut sudah semestinya kita hancurkan.

Menarik untuk diketahui,
ternyata orang yang berbicara dalam video itu menyatakan bahwa dirinya telah divonis tak memiliki umur panjang lagi karena kanker. Namun, tak nampak sedikitpun dari dirinya yang menunjukkan tanda-tanda keputusharapannya. Malah sempat saya menduga dengan terbatasnya pengetahuan saya tentang dirinya, ia itu hanya bergurau soal waktu hidupnya yang sudah tidak lama lagi itu.
Orang yang saya bicarakan adalah Randy Pausch, seorang prosesor dalam bidang ilmu komputer di Carnegie Mellon University, Pennsylvania, Amerika Serikat yang terkenal karena kuliah terakhir yang ia berikan di kampus tersebut. Nyatanya dugaan saya salah. Setelah saya coba googling di internet, saya baru ngeuh. Randy Pausch ini meninggal dunia karena penyakit kanker pankreas yang dideritanya. Bahkan pada Agustus dua tahun sebelumnya, ia sempat divonis oleh dokternya bahwa dia hanya bisa tetap sehat sekitar tiga atau enam bulan ke depan. Keberanian yang ditunjukan oleh Randy Pausch dalam menghadapi takdirnya itulah yang membuat ia terkenal dan dikenang hingga saat ini, dan "The Last Lecture"-nya itu telah berhasil menginspirasi banyak orang termasuk saya.

Apa kita perlu tahu kapan kita mati terlebih dahulu untuk bisa mendobrak penghalang dalam meraih cita-cita kita?

Ia mengisahkan perjalanan hidupnya dari kecil beserta cita-cita masa kecilnya. Kuliah yang ia bawakan itu memang berjudul "Really Achieving Your Childhood Dreams". Ia menceritakan bagaimana impian masa kanak-kanaknya secara terperinci yang baginya mungkin pada saat itu dan saya sebagai yang menonton, impian atau cita-cita itu sangat tidak rasional. Namun, ia menceritakan bagaimana semua cita-citanya itu menemukan jalannya karena ia mendobrak yang menjadi halangan. Tidak secara mutlak persis yang dicita-citakan saat anak-anak memang, tapi cita-citanya tersebut dapat terwujud dengan bentuk yang “lebih sempurna” bagi dirinya saat dewasa. Sebagai contoh, ia pada masa anak-anak itu bercita-cita menjadi Kapten Klirk, seorang tokoh fiktif di film Star Trek. Yang terwujud adalah ia malah bertemu dengan pemeran tokoh tersebut dan mendapatkan banyak pelajaran dari aktor tersebut dan malah ia pun bersahabat dengannya. Contoh lain adalah pada masa anak-anak itu ia berpikir ingin hidup di ruang hampa udara. Entah apa yang ada di dalam benak Randy kecil tersebut. Nyatanya ia dapat mewujudkan cita-citanya tersebut. Ia menjadi yang terpilih untuk merasakan ruang hampa udara yang diciptakan NASA. Dan masih banyak cita-cita lainnya yang semuanya itu ia anggap dapat terwujud dan tak ada keraguan tentangnya. Ia berhasil mendobrak dinding-dinding penghalang yang menghalangi langkahnya untuk meraih cita-citanya.

Perasaan bahwa cita-cita seperti apapun akan sulit atau mustahil terwujud karena terlalu tinggi atau mungkin irrasional adalah sebuah tembok pertama yang muncul dari dalam diri yang harus dihancurkan. Namun tetap, seirrasional apapun cita-cita kita, upaya yang dilakukan dalam rangka mewujudkan cita-cita tersebut haruslah tetap rasional. Setidaknya pelajaran itulah yang didapatkan dari video berdurasi sekitar 75 menit itu.

Saya menemukan kenyataan lain dan pelajaran dari seorang Randy Pausch. Pada 15 Agustus 2007, Profesor Randy Pausch ditemani Jai pergi ke Houston untuk melihat hasil CT scan terakhir. Saat itu, dirinya harus menerima kenyataan pahit bahwa berbagai pengobatan yang dilakukan tak mampu menjinakkan kanker pankreas dalam tubuhnya. Dokter mengatakan bahwa 10 tumor di levernya membuat hidup sang profesor hanya tersisa tiga hingga enam bulan lagi.

Dilihat secara fisik, Randy tampak baik-baik saja. Bahkan saat mengisi seri kuliah terakhir di Carnegie Mellon University (CMU) tersebut, Randy melakukan push up bahkan push up dengan satu tangan. Randy tentu saja tak ingin menerima penyakit mematikan tersebut, tetapi iia sadar bahwa dirinya tak kuasa untuk mengubahnya. “Kita tidak bisa mengubah kartu-kartu yang dibagikan kepada kita, kecuali bagaimana cara kita memainkan,” ucap Randy. Randy tak ingin terpuruk karena takdir. Ia tetap tegar dan tak patah semangat dalam menjalani sisa hidupnya. Buku “The Last Lecture” dikembangkan dari kuliah terakhir yang diberikan oleh Randy Pausch pada 18 September 2007 di CMU, Pittsburgh, Pennsylvania.

Jeffrey Zaslow, seorang kolumnis bagi Wall Street Journal, membantu Randy untuk menuangkan kisah hidupnya dalam kumpulan kisah tertulis yang terbagi dalam enam bab. Ide membuat buku “The Last Lecture” ini muncul ketika Zaslow ikut menyaksikan kuliah terakhir yang menyentuh audience termasuk dirinya. Setiap pagi, Randy bersepeda sambil menelepon Jeffrey Zaslow untuk berbagi cerita yang hendak diwariskannya melaui headset ponselnya.

Randy benar-benar lebih banyak berbagi kiat-kiat mengenai bagaimana ia benar-benar mewujudkan impian- impiannya semasa kecil. Impian Randy yang lain mulai usia delapan tahun itu antara lain : bermain di liga sepak bola nasional, menulis artikel tentang ensiklopedi buku dunia, dan menjadi perekayasa di Walt Disney. Impiannya bermain di National Football League tak bisa terwujud, namun Randy tak pernah berhenti bermain sepak bola sebagai hobinya. Bahkan dokter Mehmet Oz sering diajaknya bermain saat berkunjung ke rumah Randy.

Selain dapat mewujudkan impiannya sendiri, Randy juga membantu mewujudkan impian orang lain, salah satunya adalah Tommy. Tommy adalah mahasiswanya ketika masih mengajar di University of Virginia. Tommy ingin ikut mengerjakan film Stars Wars berikutnya. Itu adalah impian Tommy saat berumur enam tahun dan saat itu dipercaya bahwa Stars Wars tidak akan dibuat sekuelnya. Tommy banyak belajar tentang pemrograman realitas maya pada Randy dan selalu ingat akan kata-kata yang pernah Randy ucapkan padanya. Hinnga akhirnya pada kenyataannya, Tommy menjadi Direktur Teknis Utama dalam Stars Wars Episode II : Attack of the Clones.

Randy juga bercerita tentang ayah dan ibunya yang banyak memberikan pelajaran-pelajaran positif dalam hidupnya serta mendukungnya mewujudkan impian-impiannya. Ayahnya adalah seorang anggota korp medis dalam Perang Dunia II yang ikut bertugas dalam Pertempuran Bulge. Ayahnya selalu memberikan nasihat tentang bagaimana menegoisasi hidup ini. Sementara ibunya adalah seorang guru bahasa Inggris yang selalu berusaha keras membuat anak-anak didiknya pandai. Orangtuanya mengajarkan Randy serta kakaknya untuk hidup hemat dan dermawan. Ayahnya yang didiagnosa menderita leukemia pada usia 83 tahun mengatur agar tubuhnya disumbangkan untuk ilmu kedokteran.

Lalu mengenai pertemuannya dengan Jai di University of North Carolina hingga pernikahan mereka yang dirayakan di halaman sebuah rumah bergaya Victoria di Pittsburgh. Mereka membuat momen tersebut menjadi tak terlupakan dengan tidak menaiki mobil saat meninggalkan resepsi, namun dengan menaiki keranjang balon udara yang sangat besar dan berwarna-warni.

Randy sangat mencintai dan menghargai Jai. Jai yang selama ini selalu menjadi penyemangatnya. Bahkan Randy tak bersedia menukar delapan tahun usia pernikahan mereka dengan apa pun juga. Pada pemberian kuliah yang terakhir, satu hari setelah ulang tahun Jai, Randy mengajak empat ratus orang yang datang untuk menyanyikan lagu “Happy Birthday to Jai”. Mereka berpelukan dan berciuman. Selagi mereka berdekapan, Jai berbisik, “Tolong, jangan mati.” Randy menjawab dengan memeluknya lebih erat.

Banyak sekali yang ingin disampaikannya Randy untuk anak-anaknya sebelum dirinya meninggal. Namun dengan usianya yang masih begitu kecil, mereka tentu tak mengerti dan tak bisa mengingatnya. Dylan masih berusia enam tahun, Logan berusia tiga tahun, sedangkan Chloe berusia delapan belas bulan. Oleh karena itu, sebenarnya “The Last Lecture” ini dipersiapkan untuk ketiga anaknya. Ia berharap pelajaran-pelajaran hidup yang disampaikannya dapat menjadi panduan bagi anak-anaknya untuk menjalani hidup mereka tanpa kehadiran ayahnya secara fisik. Randy mengungkapkan bahwa ia mempersiapkan “The Last Lecture” sebagai warisan bagi istri dan tiga anak-anaknya, Dylan, Logan, dan Chloe. Untuk ketiga anaknya, Randy ingin mereka menjadi apa yang mereka inginkan. Randy tahu mereka bisa menemukan jalan mereka sendiri dan berkembang dengan potensi mereka masing-masing.

“Tembok penghalang berdiri di sini karena suatu alasan, bukan untuk menghalangi kita. Tembok ini ada untuk memberikan kita kesempatan untuk menunjukkan sekuat apa kita menginginkan sesuatu,” pesan Randy. Randy juga menyebutkan pentingnya menghargai setiap momen yang ada, karena momen tersebut tak akan bisa untuk di-replay layaknya video.

Kisah Randy pun ternyata mencuri perhatian Oprah Winfrey hingga Randy diundang dalam acara “Oprah Winfrey”. Kemudian, ia juga dinobatkan majalah Time sebagai satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia sepanjang tahun 2007 karena kisahnya yang mau membangkitkan semangat.

Akhirnya, Randy meninggal di usia 47 tahun tepatnya 25 Juli 2008. Ia bersyukur sebelum hari kematiannya tiba, ia bisa mempersiapkan dan meninggalkan warisan yang jauh lebih berharga daripada tambang emas.

Referensi Tambahan
www.infomenarik.info
www.kedaikarir.com
www.motivasihidup.com

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More