Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Rabu, 28 Januari 2009

MUI, Salah Satu Bentuk Keanehan di Negara Indonesia


Tak jelas apakah Indonesia ini negara sekuler atau negara religius. Negara ini tidak berpaham pada ajaran agama tetapi unsur agama masih “dibawa-bawa“ pada strukltur negara ini. Contoh yang dapat diambil adalah adanya Departeman Agama, Pengadilan Agama, Menteri Agama, Majelis Ulama Indonesia, dan lain-lain. Unsur-unsur dari agama hanya diserap sebagian-sebagian seakan malu atau enggan menerapkan secara keseluruhan.

Yang hangat saat ini adalah dikeluarkannya fatwa MUI yang menyebut bahwa golput atau tidak memilih pada pemilu itu hukumnya haram. Fatwa tersebut terbukti menimbulkan kontroversi. Persoalannya, golput ini tidak hanya terkait dengan individu bersangkutan, tetapi juga dengan institusi yang berwenang, dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum. Golput pun tidak hanya menyangkut alasan ideologis, tetapi juga menyangkut persoalan administrasi dan teknis. Golput terjadi bukan semata karena masalah ketidakpercayaan si pemilih kepada calon yang diusung atau ketidaksadaran pemilih untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu, tetapi bisa jadi akibat kelalaian pihak penyelenggara pemilu yaitu KPU dalam mengurusi masalah yang bersifat teknis dan administratif. Tak ayal, fatwa ini dituding oleh sebagian kalangan penuh dengan alasan politis meski dari pihak MUI menolak tuduhan tersebut.

Lucu bila dasar pengeluaran fatwa ini adalah aturan Islam untuk memilih pemimpin meski seburuk apapun calon pemimpin tersebut. Tentu saja alasan ini akan bertentangan dengan konstitusi yang ada. Para pengamat politik melihat ini, sehingga anggapan bahwa fatwa MUI ini tidak efektif santer beredar di tengah publik. Salah satu pihak yang mendukung fatwa ini tentu saja KPU dan politikus yang sedang bermain dalam pemilu.

Yang membingungkan adalah bukankah aturan Islam yang dijadikan dasar fatwa MUI ini adalah aturan yang bertentangan dengan konstitusi yang ada karena Islam memiliki konstitusi tersensiri. Apakah MUI ingin mencampuradukkan keduanya. Aturan yang diambil pun hanya sebagian-sebagian. Toh, fatwa MUI ini tidak memiliki kekuatan hukum di dalam Negara Indonesia. Apa gunanya fatwa tersebut? Apa gunanya pula ada MUI, bila hanya sebatas simbol negara sekuler ini. Ya, saat ini kita berada di negara yang memisahkan urusan agama dan politik.

5 komentar:

Hohohohoho..

Masalah ini lagi, saya baru saja membaca di sini Maz..

Seru low, coba Anda kunjungi dech http://dindak.blogdetik.com/2009/01/29/cendikiawan-muslim-mulai-penakut/

Salam...

Golput karena ada calon yg berkualitas itu baru tidak boleh, sayang dong.

Golput karena MEMANG tidak ada yg berkualitas tidak boleh ?

memaksakan kehendak ?
lho ?
apa kata dunia ???

Sahabat..Kita ditakdirkan terlahir di Negeri ini.Sering kali hati saya berteriak terhadap ketidaknyamanan Iklim Spiritual,Sosial dan Politik kita.Kadang saya berfikir,Pantaslah Mendiang Imam Samudra menyampaikan "Pesan" dengan caranya sendiri.

Tentang Fatwa Golput MUI, saya justru menunggu fatwa lanjutannya,Beranikah MUI memfatwakan tentang Pemimpin yang lebih Spesifik.Pemimpin Macam apakah yang difatwakan harus dipilih?

Tampaknya,Fatwa hanya menunggu Pemesan fatwa itu sendiri.Saya masih ingat betul saat Fatwa Produk Haram,buntutnya membanjir banyak permintaan Sertifikat Halal ke MUI. Saya berfikiran lain, Kenapa bukan Permintaan Sertifikat Haram saja yang dilayani? bukankah jumlahnya lebih sedikit? MUI nggk repot to?

boleh juga anjangsana ke http://kangjenar.wordpress.com. Jeritan hati saya ada disini.

saya golput, tapi saya tidak mengajak orang lain untuk golput.
apakah pantas kita memilih caleg yang menjadi bandar narkoba? memilih caleg yang merampok lahan kelapa sawit untuk biaya kampanye? memilih caleg yang ketangkep basah bermain judi? memilih caleg yang minjan duit sana sini untuk biaya kampanye, yang saya yakin berharap jika terpilih dapet mengembalikan pinjaman dengan segala cara? memilih caleg yang pintar mengumbar angin surga, dan setelah terpilih..lupa segalanya?
lalu manakah yang lebih pantas diharamkan?
di negara ini banyak yang munafik!

Menarik memang, mengingat pemilu tinggal menghitung hari (hehe..istilah klise, kiamat pun dapat dikatakan menghitung hari, siapa yang tahu).

Pemilu sudah tinggal kurang dari satu bulan lagi dari sekarang (14 Maret 2009). Persoalan seorang individu mencontreng atau tidak saja menjadi masalah yang perlu dibuatkan fatwanya. Jika dikatakan 'satu suara saja itu berarti', maka penerima suara tersebut (politikus) tidak dapat main-main dalam menjalankan amanatnya dan tidak terbayang ia harus bisa memuaskan setiap suara itu. Sayangnya hal itu jauh dari kepuasan si pemilik suara itu bila melihat kenyataan yang telah terjadi. Apa dikatakan 'satu suara saja itu berarti' hanya dalam masa kampanye?

...Itulah Indonesia.
Indonesia tanah airku.
Aku berjanji padamu.
Menjungjung tanah airku.
Tanah airku Indonesia.
(petikan lagu wajib nasional)

Saya telah terlahir di negeri ini. Ada sesuatu yang harus saya lakukan.

Ya Allah berilah saya kekuatan untuk hanya bergantung pada-Mu.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More