Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Rabu, 07 Januari 2009

Arah Hidup


Hidup tanpa jadwal seperti hidup tanpa arah. Bingung bila dirasa (sudah) tidak ada lagi yang mesti dikerjakan. Abis ini ngapain lagi ya? Tak terarah. Padahal, di depan telah menanti setumpuk pekerjaan yang akan meti diselesaikan. Tapi hari yang tak terencana membuat pekerjaan (urusan) itu menjadi jauh. Bila telah sampai pada waktunya, baru itu menjadi malapetaka.

Besok kembali bisa menghirup udara, telah tersugesti dalam diri. Besok bisa dicabut nyawa, sulit tersadari. Walaupun merasa besok bisa hidup lagi, karena melihat saat ini masih dalam keadaan sehat bugar, hidup yang dijalani seperti menghadapi mati, tak tersadari. Walaupun merasa besok dicabut nyawa, diri tak tersugesti untuk "hidup".



Akhirnya, semua berada dalam ambang mati (Deadline). Melakukan pekerjaan dengan tergesa-gesa karena telah mencapai Deadline. Semua terdorong pada ambang mati. Dorongan untuk "hidup" tumbuh karena tahu akan "mati". "Hidup" karena akan "mati". Untuk menyelesaikan urusan pekerjaan, dalil itu berlaku, mepet ke ambang mati. Bagaimana dengan urusan hidup yang berkaitan dengan tujuan dan makna hidup? Apakah itu takkan terselesaikan? Permasalahannya, untuk urusan yang dibuat-buat oleh manusia sendiri, ambang batasnya diketahui. Mungkin karena dengan tahunya itu, membuat urusan tersebut ditangguhkan hingga menjelang "ajal".

Apakah urusan kita terbatras urusan yang dibuat-buat oleh manusia sendiri? Kita akan UAS karena kita kuliah; Kita mesti menyelesaikan tugas orientasi misalnya, karena kita baru masuk jurusan di kampus; Kita mesti bayar utang karena kita telah meminjam; Kita mesti cari pasangan hidup karena telah cukup umur; Kita mesti punya penghasilan karena punya tanggungan, keluarga misalnya. Semua urusan-urusan tersebut bersifat periodik atau mengikuti suatu siklus bayi-anak-remaja-dewasa-orang tua-manula sesuai kebutuhannya. Semua itu berdasarkan buatan "hewan berspesies homo sapiens". Semua itu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Apakah sebatas itu urusan hidup?

Berbahaya bila jawabannya ternyata "iya". Predikat "hewan berspesies homo sapiens" itu berarti benar, karena hidup seperti siklus hewan (hidup-belia-muda-tua-mati). Sebagai manusia apakah tidak terpikirkan selain hal yang disebutkan di atas?

Lalu untuk apa kita hidup? Sekiranya seperti yang diterangkan di awal, jawabannya adalah untuk mati. Setiap tarikan nafas pada satuan waktu terkecil, berpotensi tak terhembuskan lagi. Di sana letak misterinya. Hembusan nafas terakhir itu tidak diketahui kapan waktunya, sehingga ambang mati (deadline) untuk hidup seakan tak ada. Mau memaknai hidup lebih dari sekadar hewan, tak terencana karena tidak "terpojokkan" oleh deadline.

Singkatnya, tak pernah hidup karena tidak sadar akan mati.
Manusia berbeda dengan hewan karena manusia dapat merencanakan hidupnya.
Manusia hidup untuk mempersiapkan kehidupan pramati yang ber-deadline untuk kehidupan pascamati yang tak ber-deadline.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More