Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Kamis, 01 Januari 2015

Tahun Itu Melesat, Meletupkan Warna, Lalu Binasa

Alhamdulillah...
Kita awali dengan rasa syukur, kita masih melihat letupan-letupan kembang api itu, melihat kalender telah berganti, melihat status orang-orang di sosial medianya soal sambutan bagi tahun yang baru, melihat acara musik dan sajian spesial tahun baru di berbagai tenpat dan di layar kaca, melihat orang-orang berkumpul di rumah, melihat orang makan-makan di restoran atau kafe, melihat orang-orang menghabiskan malamnya yang memang tanpa melakukan apapun waktu niscaya akan habis.

Aku bosan melihat.

Langit kembali gelap, subuh kembali sunyi, selain adzan subuh dari mesjid terdekat, sepi seperti biasa. Selain kasur, bantal, guling, selimut, kursi sofa yang dijadikan tempat memejamkan mata, yang semuanya terasa lebih empuk dari biasanya karena tiada aktivitas pagi seperti biasanya dan baru saja merayakan apa yang namanya 'melihat', nyaris tak ada bedanya.

Tak ada lagi perayaan.

1 Januari 2015.

Dikurangi tahun kelahiran tambah usia jelang baligh, sekian kalilah 1 Januari itu dirayakan.

Akan ada resolusi katanya, tiap jelang pergantian tahun katanya.

Tapi diingat-ingat setidaknya pada setiap Desember jelang akhir tahun, resolusi itu nyaris lupa, diabaikan, atau ujung-ujungnya direncanakan lagi tahun depan, pikirnya.

Layaknya kembang api, melesat, membuncah mengesimakan orang, lalu hilang. Gelap lagi.

Tahun lalu yang kita isi dan kita lesatkan ke udara telah meledak pada momentum-momentum tertentu, bisa jadi berkali-kali, memberi warna yang mengesimakan kita. Lalu apa jadinya kemudian, hilang tanpa sisa.

Yang tersisa cuma bintang dan bulan, itupun kalau beruntung hari itu bukan musim hujan.

Tak hanya orang, bintang pun meledak menjadi jutaan bintang, meledak, lalu akhirnya pun akan lenyap.

Baiklah, saya mengaku saya yang memegang kembang api itu hingga meledak di langit,  mengesimakan mata, tapi kembang apiku tak kembali, berbeda dengan bintang yang diledakan-Nya.

Saya bintang, kamu bintang, kita bintang, semuanya bagian dari bintang yang diledakan-Nya bagai kembang api yang akan kembali menyusut melewati ledakan dan kembali lagi menjadi bintang sebelum meledak.

Kita pasti mati, yang bernyawa niscaya akan mati. Tapi itu kelihatannya.

Badan kita mungkin lenyap, hilang dalam gelap, tapi jiwa kita tidak.

Selamat melihat tanggalan baru dengan bilangan tahun yang baru yang mungkin saja setelah ada perayaan 'melihat' itu kita akan lupa, akan hilang.

Saya tidak ingin melupakan.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More