Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Minggu, 31 Mei 2009

Waktu itu...

"Perasaan baru kemarin deh hari Minggu itu?" Adakah perasaan seperti itu? Mungkin perasaan saya saja bila waktu itu berjalan cepat dan sekejap. Atau mungkin memang waktu itu tak pernah berjalan lambat. Dengan kata lain, waktu itu memang begitu.

Saya ataupun kamu saat ini hidup di bilangan waktu yang sama. Apakah masih ada yang meragukan? Setahun berjalan 364 hari atau 12 bulan yang menjadi pertambahan bilangan umur bagi manusia saat menjumpai kembali tanggal dan bulan kelahirannya. Ada (rata-rata) 30 hari untuk pekerja kantoran menunggu balasan dari jerih payahnya dalam bekerja selama sebulan. Hari-hari itu terurai dalam jam-jam sebagai kesempatan bagi siapa pun untuk mengisi kehidupannya yang seharinya itu ada 24 jam. Saya atau kamu akan masih merasa lama dan keberatan bila harus menunggu berjam-jam, maka ada turunan dari jam yaitu menit yang "tersedia" 60 menit dalam sejamnya. Saat waktu adalah segalanya semacam dalam kompetisi, detik-detik sejumlah 60 detik terangkai menyusun satu menit. Adakah patokan besaran waktu yang berbeda di kehidupan ini? Waktu itu tetap seperti itu.

Haruskah saya menyalahkan waktu atas kualitas kehidupan saya ini? Yang bisa dilakukan untuk menggiring waktu ke "meja peradilan kehidupan" hanyalah sebuah pengandaian. "Kalau saja waktu itu... ." Hanyalah sebuah penyesalan.


Takkan terasa waktu manusia untuk menjalani kehidupan akan hanya tinggal di kerongkongan. Usia yang terus diperingati dan diselamati oleh orang sekitar itu akan putus. Kehidupan akan menemui kematian.

Semua ada waktunya. Waktu akan menemui ujungnya. 'Waktu yang berujung' hanya ada di dunia. Setelah manusia tak dapat merasakan dunia lagi, waktu akan berlanjut. Saya atau kamu akan kembali ke "asalnya" dengan waktu yang tak ada habisnya (selamanya).

Demi waktu, manusia itu dalam kerugian.

2 komentar:

Apa maksudnya "demi waktu, manusia itu dalam kerugian"?
Salam kenal!

Itu adalah pernyataan (atau bisa dikatakan sebuah janji) Sang Maha Pencipta. Saat Dia berjanji atas nama ciptaan-Nya dalam hal ini waktu, berarti ciptaan-Nya itu sangat penting atau berarti.

Maksud kalimat berikutnya itu adalah bahwa manusia itu sudah berada pada situasi diri ataupun lingkungan yang tidak menguntungkan sejak dilahirkan. Namun, itu bukanlah kenyataan yang mutlak dan tidak dapat diubah. Manusia telah dibekali potensi berupa akal, jasad, dan jiwa untuk mengubahnya. Jadi, selama potensi tersebut tidak dioptimalkan, manusia akan terus dalam kerugian dan berujung celaka.

"Yaudahlah gak apa-apa, itu kan manusiawi." Lawan hal semacam itu. Kita punya potensi untuk melejit. Dan sebenarnya masih ada kelanjutan dari pernyataan Sang Maha Pencipta ini.

Mungkin sekiranya begitu. Terima kasih Viktor.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More