Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Jumat, 27 Februari 2009

Bicara Sesukamu Tersangka

Judul Berita
“Kasus Unjuk Rasa Anarkis Direka Ulang” yang disiarkan oleh Liputan6 SCTV pada 23 Februari 2009.

Ringkasan Berita
Kepolisian Daerah Sumatra Utara bersama penyidik dari Kepolisian Kota Besar Medan mereka ulang kasus demo anarkis di Gedung DPRD Sumut awal Februari lalu. Sebanyak 14 tersangka dibawa dengan satu mobil tahanan. Dua di antaranya adalah GM Chandra Panggabean dan Datumira Simanjuntak. Sementara itu, ratusan polisi terlihat berjaga-jaga di sekitar dan dalam Gedung DPRD.

Di dalam mobil tahanan mereka berteriak-teriak tentang dasar perbuatan mereka. Turun dari mobil tahanan dengan tangan diborgol, para tersangka digiring ke dalam ruang rapat paripurna, lokasi di mana Ketua DPRD Abdul Aziz Angkat tengah memimpin rapat. Pada saat itulah para tersangka menerobos masuk dan mengerahkan massa yang berujung pada aksi kerusuhan dan perusakan. Namun, reka ulang ini dilakukan secara tertutup.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Sumut, reka ulang diperlukan untuk melengkapi berkas perkara terhadap dalang demo anarkis sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumut.


Pelanggaran
Teringat sebuah film berjudul SWAT. Awal cerita film itu adalah ditangkapnya penjahat kelas kakap yang semula kebal hukum karena kekayaannya. Namun pada suatu ketika, dia berhasil ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Saat banyak media mengekspos dirinya besar-besaran dan menginginkan statemen darinya yang sedang dalam penjagaan polisi, dia malah menyebarkan sayembara kepada seluruh penjahat di seantero negeri untuk membebaskannya dengan imbalan uang yang pasti besar. Dia berhasil mempropaganda para penjahat yang akhirnya membuat polisi kerepotan.

Hal itu memang terjadi di dalam fiksi dan terkesan berlebihan. Apakah film itu yang menginspirasi atau justru diinspirasi kenyataan adalah persoalan lain. Media turun andil dalam kejadian di film itu. Apa yang terjadi dalam film itu bisa saja terjadi dalam dunia nyata.
Salah satu yang pernah terjadi yaitu bagaimana Iman Samudera, cs sebagai terpidana bom Bali berteriak-teriak di dalam penjara hingga meronta-ronta. Aksi ini dapat membius orang-orang yang dengan secara sengaja “disebarkan” oleh media. Pada akhirnya jadilah Imam Samudera, cs bak pahlawan.

Dan yang paling mutakhir adalah pernyataan tersangka kasus demostrasi anarkis di Gedung DPRD Sumut yang disiarkan dalam berita Liputan6 SCTV. Dia mengeluarkan pernyataan saat ada di dalam mobil tahanan. Dia berteriak soal pembenaran dari tindakan para pelaku demontrasi anarkis yang mengatasnamakan rakyat Tapanuli. Hal ini ditangkap kamera dan tersebar secara nasional. Semua orang yang mengikuti beritanya akan tahu, termasuk keluarga korban.

Secara selintas mungkin tidak ada yang keliru dengan pemberitaan media itu. Dia telah menjalankan fungsinya untuk membuat berita berimbang. Dijelaskan dalam kode etik jurnalistik bahwa berimbang itu berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. Berita dari Liputan6 SCTV ini mungkin dianggap telah melakukan hal itu atau biasa disebut cover both side. Pihak polisi telah memberikan keterangan dan begitu pula para tersangkanya walaupun mereka sedang berada di dalam mobil tahanan dan pengeluaran pernyataannya dilakukan dengan teriak-teriak karena jarak yang jauh.

“Berimbang” menjadi sebuah unsur yang dipaksakan atau bahkan terlalu dipaksakan bila melihat kenyataan itu. Pemberitaan itu memang harus dari berbagai sisi. Sayangnya sisi psikologis tersangka tidak jadi perhatian. Tidak terbayangkan apa efek yang ditimbulkan dari pernyataan seseorang yang sedang tertekan dan terbelenggu serta mengharuskannya untuk teriak bagi orang lain dan bagi dirinya sendiri. Pernyataannya bisa menjadi propaganda.

Padahal disebutkan pula dalam kode etik jurnalistik di penerangan pasal selanjutnya bahwa berimbang itu adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. Yang perlu digaris bawahi adalah ruang dan waktunya itu. Dapat multitafsir mungkin, tapi apakah pengambilan pernyataan tersangka yang sedang dalam himpitan tahanan hingga dia harus berteriak dan menjulurkan mulut adalah sesuatu yang proposional dan beretika, serta pada ruang dan waktu yang tepat? Bisa kita menganggap bahwa para tersangka itu adalah orang-orang yang tidak beretika tapi apakah lantas kita tidak beretika pada mereka?

Beruntung apa yang diucapkan oleh tersangka itu adalah pernyataan-pernyataan yang terasa tidak terlalu menyulut aksi radikal yang lain. Pernyataannya tak sampai seperti film yang mengajak orang untuk melepaskannya dengan diiming-imingi bayaran besar. Tidak juga menumbuhkan benih-benih kebencian baru. Hal-hal tersebut bisa saja terjadi pada kasus lain dan pasti akan merepotkan pihak berwajib. Apakah media akan lepas tangan?

Kesimpulan
Pastinya media tidak ada niat buruk secara sengaja ingin menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Kredibilitas media pemberitaan SCTV lewat Liputan6-nya sudah tidak diragukan lagi. Namun, apakah media ini akan melewatkan sebuah momen yang media lain mengambilnya walau itu sebenarnya menyalahi etika? Etika seketika menjadi nomor kesekian bila kaitannya adalah persaingan atau “ketidakmaukalahan” media dengan media lain. Seperti asas pembenaran, bila sebuah kesalahan dilakukan secara “berjamaah” (seakan) kesalahan itu menjadi benar dan yang mencoba menyimpang dari kesalahan itu akan menjadi bersalah. Jangan bicara relativitas kebenaran untuk hal ini karena yang sedang dibicarakan adalah etika atau aturan yang memang tak punya sanksi yang jelas. Tapi hanya ada hitam dan putih berdasarkan aturan itu.

Apakah media bertanggung jawab terhadap isi pernyataan dari setiap pihak yang dimintai keterangan olehnya? Lalu bagaimana bila pernyataannya itu sudah dapat diperkirakan dampaknya tapi tetap disiarkan oleh media, apakah media akan lepas tangan terhadap apa yang terjadi nanti? Sampai kapan media beraksi atas dasar tidak mau kalah dengan media lain, atau ada hal lain yang menjadi pertimbangan media melaksakan fungsinya? Biarlah tersangkanya yang bicara.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More