Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Pemimpin Negara yang Telat Gaul

Pemimpin negara yang rakyatnya sering cetak "trending topic" (akhirnya) punya akun twitter. "Artis-artis twitter" Indonesia harus menepi dulu, Pak @SBYudhoyono mau lewat. (ilustrasi: merdeka.com)

"Shortcut" Pemenuhan Keinginan

Masih saja ada orang yang ingin penuhi hasrat keinginan duniawi melalui cara instan lewat praktik perdukunan berbalut guru spiritual di negeri yang gila hi-tech/gadget seperti ini. (foto: Shutterstock)

Perhatian di Tiap Malam Jelang Akhir Pekan

Telah menjadi pusat perhatian pemirsa di tiap Jumat malam. X Factor Indonesia mencetak ulang konstruksi idola melalui ajang yang katanya bukan hanya "singing competition". (foto: dusunblog.com)

Kenapa Perlu Giat 'Bikin' Film?

Janganlah dahulu menanyakan "Bagaimana", tanpa terjawab sebelumnya, "Mengapa" atau "Kenapa perlu/harus". Lalu "What for?" "Emang dengan banyak orang bikin film, so what?". (ilustrasi: net)

Cari yang Cocok, Jangan Cuma Cuco'

Tidak mutlak nyatanya jika pria itu menyukai wanita dengan tubuh yang aduhai dan wajah yang cantik jelita. Ada hal lain pada diri wanita yang membuat pria tertarik. (foto: Reuters)

Jumat, 12 Desember 2008

Demokrasi Ideal itu Sebagian dari Islam?

Demokrasi. Satu kata berjuta makna dan berjuta orang pula yang mengidamkannya. Terutama dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Sudah banyak yang mengakui bahwa kita takkan mendapatkan pemahaman yang mendalam bila ditanya soal makna demokrasi. Karena, demokrasi tak hanya satu kata bersifat kognitif (hanya pengetahuan), tapi merupakan suatu afektif (sikap) dan psikomotor (tindakan) yang sudah semestinya berlaku.
Beberapa tokoh besar pernah mencoba untuk memahami makna demokrasi walaupun hanya terbatas secara filosofis. Seperti, Abraham Lincoln dengan memaknainya : dari, oleh, dan untuk rakyat. Atupun Joseph A. Schumpeter dengan mengartikan demokrasi itu berasal dari rakyat (will of the people), untuk mencapai kebaikan bersama (common goods). Dan mungkin masih banyak lagi tokoh yang memaknai demokrasi. Namun, kita tak butuh hanya sekedar makna. Atas dasar itulah Schumpeter “kembali” memaknai demokrasi walaupun kini tak secara filosofis, tetapi lebih sebagai prosedur. Ada juga Jurgen Hubermas, dengan demokrasi deliberatif-nya, atau Giddens dengan demokrasi dialogis. “Tak mau ketinggalan” S.P. Huntington dengan mengusung makna demokrasi sebagai suatu proses. Sekali lagi, pendalaman demokrasi belum menemukan perwujudannya secara benar dan jelas. Tak salah bila “adu gagasan” tadi yang dijadikan acuan, demokrasi ideal atau demokrasi yang benar seakan semakin utopis.

Selasa, 09 Desember 2008

Get Inspred! (2) - Siip Bing!

Apakah tips pertama untuk mencari inspirasi sudah dilakukan? Apakah kamu sudah maksain diri untuk nulis? Bila ternyata saat menatap Word di komputer itu malah jadi not responding, ide seakan buyar, kamu bisa coba tips lanjutannya ini. Berikut lanjutan dari “wejangan” Raditya Dika yang dimuat di majalah Bukune edisi 07 Tahun I, Mei 2007. Sekali lagi walau jadul, ilmunya masih relevan hingga kapan pun.

Kalau kamu tahu apa yang kamu mau tulis, kemungkinan untuk mentok ide bakalan jarang. Maka, usahakan jangan langsung menulis di Word dulu, tapi buatlah outline untuk novel kamu dari depan sampai belakang. Dengan adanya outline, kamu bisa memfokuskan diri untuk menstruktur tulisan kamu lalu mencari ide sepotong-sepotong sebelum akhirnya menulis cerita secara keseluruhan. Tentukan dulu point of attack, klimaks, dan sub-plot sebelum kamu mulai menghajar halaman kosong itu.

Oke juga kan tipsnya? Kita bisa praktikan “wejangan” dari Raditya Dika ini. Nantikan “wejangan-wejangan” berikutnya.

Senin, 08 Desember 2008

Spirit yang Membawa Keabadian: Keteladanan Ibrahim

Berawal dari kenangan

Terkenang ingatan masa lalu, penulis saat berusia kanak-kanak sering melihat tontonan anak-anak berjudul Dragon Ball. Film itu menceritakan kisah Son Goku cs. mencari dan menjaga bola naga yang dapat mengabulkan segala permintaan. Para tokoh antagonis (jahat) dalam serial kartun tersebut ingin mendapatkan bola naga yang berjumlah tujuh butir itu untuk memperoleh kekuasaan dan keabadian.
Son Goku cs. harus berdarah-darah memepertahankan dunia dan bola naga agar tetap aman. Darah tak pernah kering dari tubuhnya. Musuh seakan tak ada habis-habisnya. Son Goku bahkan mesti bolak-balik dunia-akhirat karena “sering” mati dan akhirnya dihidupkan lagi oleh tujuh bola naga. Ternyata, malah Son Goku yang merasakan keabadian itu. Lucu memang, tapi itulah ceritanya.
Cerita anak-anak kita cukupkan sekian. Kita sekarang telah dewasa dan ada di dunia nyata. Tak ada bola naga dan tak ada makhluk asing yang akan merusak dunia. Di bumi ini hanya ada kita, manusia serta benda-benda lain (makhluk hidup atau mati) di antara langit dan bumi ini.Cerita-cerita dari kartun anak-anak yang mengisahkan adanya invasi dari luar angkasa seperti serial Dragon Ball itu jauh dari kenyataan. Yang menjadi musuh di antara satu dan yang lainnya adalah manusia sendiri. Yang menumpahkan darah dan melakukan perusakan adalah “tangan-tangan” manusia.
Sedikit persamaan dengan cerita anak tersebut adalah para pencari kekuasaan dan keabadian tidak dapat dikatakan tidak ada. Bila kita coba perhatikan,

Minggu, 07 Desember 2008

Kolonialisme Tiada Matinya: Sebuah Analisis Film "The New Rulers of The World "


Pendahuluan
Sejak kita mengenal sejarah, penindasan berupa penjajahan itu sudah biasa kita kenal. Dulu, penjajahan itu terjadi antarbangsa atau antarkerajaan. Suatu bangsa atau kerajaan melakukan ekspansi ke berbagai belahan dunia untuk membentuk suatu kekuatan. Dengan kekuatan itu, bangsa atau kerajaan ingin mendominasi dan mengendalikan dunia. Tak dapat disangkal, keinginan seperti itu tentu saja tidak hanya berasal dari satu bangsa atau kerajaan. Mereka bersaing hingga berperang untuk mewujudkan visi masing-masing bangsa atau kerajaan. Manusia tentu akan melakukan segala cara untuk mempertahankan dirinya, bila berkaiatan dengan suatu bangsa maka yang dipertahankan adalah eksistensi bangsanya.

Dengan adanya persaingan tersebut, bangsa atau kerajaan yang tidak ikut dalam persaingan tersebut menjadi bagian sumber dari kekuatan bangsa yang berekspansi. Bangsa yang tidak “main dalam permainan” tersebut hanya sebatas menjadi tempat eksploitasi. Ada sebuah kecenderungan, bangsa yang sebenarnya memiliki potensi alam yang luar biasa itu tidak ada keinginan untuk ikut bersaing. Mereka pada akhirnya menjadi boneka bangsa yang memiliki cita-cita besar menguasai dunia.

Tipu muslihat adalah salah satu cara yang efektif untuk menguasai bangsa yang lain, selain dengan cara berperang. Para bangsa pengekspansi tersebut, dapat kita selidiki, ternyata memiliki cara yang halus untuk menaklukkan bangsa lain. Mereka tidak serta merta mengekspansi dengan cara berperang. Mereka akan menghabiskan banyak modal bila jalan yang ditempuh selalu dengan peperangan. Peperangan yang terjadi itu melibatkan antarbangsa yang bersaing.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More