Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Senin, 08 Desember 2008

Spirit yang Membawa Keabadian: Keteladanan Ibrahim

Berawal dari kenangan

Terkenang ingatan masa lalu, penulis saat berusia kanak-kanak sering melihat tontonan anak-anak berjudul Dragon Ball. Film itu menceritakan kisah Son Goku cs. mencari dan menjaga bola naga yang dapat mengabulkan segala permintaan. Para tokoh antagonis (jahat) dalam serial kartun tersebut ingin mendapatkan bola naga yang berjumlah tujuh butir itu untuk memperoleh kekuasaan dan keabadian.
Son Goku cs. harus berdarah-darah memepertahankan dunia dan bola naga agar tetap aman. Darah tak pernah kering dari tubuhnya. Musuh seakan tak ada habis-habisnya. Son Goku bahkan mesti bolak-balik dunia-akhirat karena “sering” mati dan akhirnya dihidupkan lagi oleh tujuh bola naga. Ternyata, malah Son Goku yang merasakan keabadian itu. Lucu memang, tapi itulah ceritanya.
Cerita anak-anak kita cukupkan sekian. Kita sekarang telah dewasa dan ada di dunia nyata. Tak ada bola naga dan tak ada makhluk asing yang akan merusak dunia. Di bumi ini hanya ada kita, manusia serta benda-benda lain (makhluk hidup atau mati) di antara langit dan bumi ini.Cerita-cerita dari kartun anak-anak yang mengisahkan adanya invasi dari luar angkasa seperti serial Dragon Ball itu jauh dari kenyataan. Yang menjadi musuh di antara satu dan yang lainnya adalah manusia sendiri. Yang menumpahkan darah dan melakukan perusakan adalah “tangan-tangan” manusia.
Sedikit persamaan dengan cerita anak tersebut adalah para pencari kekuasaan dan keabadian tidak dapat dikatakan tidak ada. Bila kita coba perhatikan,
ternyata realita hidup ini tak jauh berbeda dengan kartun yang penulis ceritakan di awal. Bedanya adalah hanya tak adanya bola naga. Menyangkut perebutan kekuasaan, pertumpahan darah, dan pengharapan untuk selalu dikenang (abadi), di dunia nyata juga ada.
Menarik untuk dicari tahu bagaimana agar kita dapat (seakan) hidup abadi tanpa menggunaklan bola naga karena memang itu tidak ada. Bukan hal yang dianggap mustahil bila manusia itu merasakan keabadian. Tentu tidak seperti yang ditampilkan di kartun yaitu dengan bolak-balik dunia-akhirat atau merasakan mati lebih dari sekali.
Ibrahim, manusia yang melegenda
Sedikit ngalor-ngodul di awal, penulis sebenarnya ingin mengungkapkan keteladanan Nabi Ibrahim as yang dijadikan oleh Allah melegenda dan hidup abadi hingga saat ini. Ia masih dikenang serta tak terhitung jumlah pengikutnya hingga detik ini. Sebagai seorang muslim, kita tentu merupakan bagian dari pengikutnya.
Keabadian yang dimaksud tentu bukan berarti umur yang sudah melebihi tiga digit dan masih merasakan angin dunia. Setiap makhluk yang bernyawa itu pasti akan mengalami mati. Namun, apakah setiap yang bernyawa tersebut akan pupus dari ingatan manusia seiring dengan nyawa yang dicabut. Di sana letak perbedaannya. Ada manusia yang masih dikenang ada pula manusia yang dilupakan. Keabadian bagi manusia itu adalah saat masih menjadi perhatian manusia lainnya di masa yang tak terbatas hingga akhir dunia.
Persoalannya, keabadian seperti yang dimaksud di atas itu adalah urusan Allah Swt. Keinginan yang telah dimanifestasikan dengan perbuatan oleh manusia dengan maksud untuk dapat selalu dikenang sepangjang masa itu, tidak menjamin akan menjadikannya legenda dan membuat selalu dikenang. Kalaupun dikenang atau diingat, hitungan masanya masih jauh dari perbandingan dengan usia bumi. Ya iyalah. Kalaupun dikenang atau diingat, mungkin yang menjadi jumlah pengikutnya (yang mengikuti ajarannya) tak akan melintasi batas ruang dan waktu. Penulis ingin mengatakan bahwa bila ingin meniru contoh sukses yang berhasil “hidup abadi”, kenapa tidak mencontoh saja Ibrahim.
Respon yang muncul mungkin akan berkata, “Dia itu kan nabi.” Tak ada yang salah dengan pernyataan itu. Namun,apa kita juga berpikir bahwa nabi itu berasal dari golongan malaikat. Nabi itu juga manusia biasa. Yang dinobatkan nabi tersebut memiliki cirri-ciri seperti manusia biasa, berasal dari suatu kaum (banyak yang menyebutkan bahwa ia berasal dari Babilonia, Irak), berkeluarga, memiliki anak, merasakan sakit, punya perasaan, dan sebagainya. Manusia biasa tersebut berhasil meluarbiasakan dirinya sehingga dinobatkan sebagai pemimpin umat. Artinya pencapaian yang diraih nabi itu sebenarnya dapat kita ikuti sebagai manusia biasa.
Pelajaran apa yang kita dapat dari salah satu sample manusia yang melegenda seperi Nabi Ibrahim tersebut? Sampai-sampai, hingga detik ini, tindakannya di masa lalu terus dilaksanakan oleh umat Islam. Contohnya itu berbentuk ibadah haji dan qurban seperti sekarang ini.

Napak tilas kisah Ibrahim

Untuk mampu melejit, kita harus yakin kita memang bisa melejit. Apa yang diraih Ibrahim dapat kta jadikan pelajaran. Dasarnya, ia adalah orang yang mau berpikir. Ia tidak serta merta mengikuti kebiasaan dan tradisi. Seperti yang tercantum di di dalam Alquran bagaimana ia menentang adat kaumnya.
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. (Q.S. Al An´aam 74-75)
Kita juga tentu mampu berpikir, bukan? Itu adalah awal yang menentukan langkah berikutnya. Dengan memiliki kesadaran buah dari pemikiran itu, kita akan memperoleh keyakinan. Seperti yang dirasakan Ibrahim, keyakinannya dengan berani disuarakan dan dibuktikan dengan tindakan. Dia hancurkan patung-patung yang biasa disembah oleh kaumnya kecuali satu patung yang paling besar. Ia jadikan itu argumen, setelah kaumnya menudingnya sebagai tersangka.
Patung hanya sebatas simbol dari aturan yang dipakai oleh bangsanya. Seperti yang telah kita ketahui, di Babilonia itu ada undang-undang tertulis pertama di dunia buatan Hamurabbi. Aturan buatan manusia itulah yang ditentang oleh Ibrahim ditandai dengan perusakan terhadap patung-patung pahatan buatan kaumnya.
Ia tak gentar walau dimusuhi bangsanya sendiri hingga raja yang berkuasa saat itu, Namruz, menghukum bakar hidup-hidup dirinya. Apa ia berubah haluan? Tidak. Hingga diusirnya ia dari negerinya itu, Ibrahim tetap pada keyakinannya. Dengan tersingkirnya ia dari negerinya itu berdampak positif pada pergerakannya. Ia adi memiliki keleluasaan untuk menghimpun kekuatan.
Ujian tak berhenti sampai di situ. Ia sampai berusia lanjut belum juga memiliki keturunan. Sisi manusia normalnya dapat terlihat. Ia pun ingin memiliki keturunan untuk melanjutkan perjuangannya membentuk kekuasaan yang hanya taat kepada Allah. Bukti ketaatannya pada perintah Allah, ia rela meninggalkan istri dan anak pertamanya di tengah gurun pasir yang gersang (yang saat ini menjadi kota Mekkah). Ujian dari Allah pun kembali harus ia terima. Ia diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri. Dikisahkan, ujian ini pun dijalani dengan tidak mudah. Namun, pada akhirnya dapat terlewati. Ia lah contoh manusia yang sukses berpegang teguh pada aturan Allah.
Dapatkah kita dapat tarik hikmah dari kisah Ibrahim tersebut? Atas perilaku Ibrahim tersebut, Allah menjadikannya abadi hingga saat ini. Kita dapat mencontoh hal-hal yang dimiliki Ibrahim. Pertama, kita jangan pernah berhenti berpikir. Pikiran kritis akan menuntun pada hakikat. Kedua, yang cukup sulit yaitu pegang keyakinan yang diperoleh (terhadap Allah), apapun yang terjadi. Membulatkan tekad dalam hati, berani melantangkan, sanggup membuktikan dengan perbuatan, itulah konsekuensi yang siap dijalani. Ketiga, berani tidak mengikuti kebanyakan orang bila tahu itu sebuah kesalahan. Keempat, konsisten dan tegung pendirian dengan apa yang harus dijalankan. Kelima, mampu berkorban bila itu memang diperintahkan atau diharuskan demi menegakkan keyakinan. Tak kalah penting adalah sikap yang dimiliki Ibrahim yaitu sabar, ikhlas, tawakal, dan taqwa.
Orang banyak mengatakan bahwa untuk menjadi melegenda kita dapat mencoba dengan menulis buku. Itu telah terbukti pada beberapa tokoh. Namun, bila tak menjalani apa yang seperti dijalani Ibrahim dan yang paling penting, tidak dikehendaki oleh Allah, untuk menjadi legenda itu hanya keinginan belaka. Kita cukup meneladani Ibrahim, manusia normal yang luar biasa. Tak perlu kita mencari-cari bola naga.
Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (9:24)
Selamat Hari Raya Idul Adha 1429 H

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More