Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
[Adz-Dzaariyat (51) ayat: 56]
Mulailah dengan kesadaran bahwa kehadiran Anda di kehidupan ini PASTI untuk sesuatu yang penting.
[Mario Teguh]

Sabtu, 13 Desember 2008

Terorisme Tanpa Batas

Terorisme belum menemukan kata tamat di dunia ini. Terakhir kali tragedi Mumbai menghiasi media massa. Isu terorisme kembali merebak. Dunia serasa bergoncang karena kasus tersebut berpotensi memicu pertikaian lama untuk bersemi kembali antara India dan Pakistan. Namun, kekhawatiran tersebut untungnya tidak terjadi. Kondisi tetap aman terkendali.
 
Terorisme kembali menjadi “pergunjingan” dunia. Setelah sebelumnya, kabar baik dari Indonesia telah menyebar ke seantero dunia bahwa terpidana kasus Bom Bali I telah dieksekusi mati. Sampai-sampai “petinggi” Al-Qaeda –kelompok teroris yang paling dicari Amerika- memuji apa yang telah dilakukan Amrozi cs. Namun, itu bukan pertanda perdamaian di atas muka bumi dapat tercipta.
 
Menarik untuk mengungkap apa sebenarnya motivasi di balik itu semua atau bagaimana latar belakangnya hingga aksi tak berprikemanusian tersebut dapat terjadi. Sebelum melangkah jauh, pemahaman kita tentang apa itu terorisme tentu perlu kita dalami. Dengan adanya fondasi awal tersebut, kita dapat memiliki modal untuk menganalisis lebih dalam.
 
Terorisme, menurut Ikram Azzam (1999), adalah serangkaian aksi yang bertujuan pada upaya penebaran kepanikan, intimidasi, dan kerusakan di dalam masyarakat, yang dalam operasinya bisa saja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang biasanya mengambil posisi oposan terhadap negara. Peter dan Yenny Salim mendefinisikan terorisme sebagai penggunaan kekerasan atau ancaman untuk menurunkan semangat, menakut-nakuti, dan menaklukkan, terutama untuk tujuan politik. Kedua definisi ini menunjukkan bahwa tujuan terorisme adalah semata-mata politik, namun dalam perkembangannya, terorisme telah banyak dipakai sebagai alat untuk menakut-nakuti siapa pun juga yang dianggap sebagai pihak yang berseberangan dengan peneror. (1)
 
Menurut konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Menurut kamus Webster’s New School and Office Dictionary, terrorism is the use of violence, intimidation, etc to gain to end; especially a system of government ruling by teror, pelakunya disebut terrorist. Selanjutnya sebagai kata kerja terrorize is to fill with dread or terror’; terrify; ti intimidate or coerce by terror or by threats of terror. (2)
 
Menurut ensiklopeddia Indonesia tahun 2000, terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan. RAND Corporation, sebuah lembaga penelitian dan pengembangan swasta terkemuka di AS, melalui sejumlah penelitian dan pengkajian menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum teroris adala tindakan kriminal. Definisi konsepsi pemahaman lainnya menyatakah bahwa : Pertama, terorisme bukan bagian dari tindakan perang, sehingga seyogyanya tetap dianggap sebagai tindakan kriminal, juga situasi diberlakukannya hukum perang; Kedua, sasaran sipil merupakan sasaran utama terorisme, dan dengan demikian penyerangan terhadap sasaran militer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme; Ketiga, meskipun dimensi politik aksi teroris tidak boleh dinilai, aksi terorisme itu dapat saja mengklaim tuntutanan bersifat politis.
 
Dari keterangan di atas, penggunaan istilah "terorisme" di sini menunjuk pada setiap ancaman atau penggunaan kekerasan untuk menindas atau memaksa (biasanya buat tujuan-tujuan politik), entah itu terorisme besar-besaran oleh sang Kaisar ataupun terorisme pembalasan oleh si pembajak.
 
Sedangkan bentuk teror tidak hanya terlihat secara fisik dalam bentuk kekerasan yang nampak, tetapi juga dapat dalam bentuk serangan melalui informasi, psikis, ekonomi dan perdagangan. Berdasarkan pendekatan sejarah makna terorisme dapat mengalami perubahan paradigma, pada awalnya terorisme dikategorikan sebagai kejahatan terhadap negara (crime against state), kemudian berkembang menjadi kejahatan terrhadap kemanusiaan (crimes against humanity). Berbagai aksi teror pengeboman diberbagai negara dan tanah air termasuk bom malam Idul Fitri, bom Bali, serta aksi teror yang menyebabkan runtuhnya menara kembar WTC, aksi teror tersebut telah banyak menciptakan penderitaan dan korban masyarakat sipil tidak bersalah, sehingga teror seperti ini dapat dikategorikan kejahan terhadap kemanusiaan.
 
Terorisme bukan istilah yang baru. Aksi ini telah mengalami sejarah yang panjang. Sejarah tentang terorisme berkembang sejak berabad lampau. Hal ini ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dan bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme dengan mengacu pada sejarah terorisme modern.
 
Prof Drs Hartono Kasmadi MSc memaparkan, istilah gerakan kelompok teroris berawal ketika sekte Zealot Yahudi menciptakan rasa ketakutan terhadap pendudukan Romawi. Mulai awal abad ke-19 gerakan teroris lebih bersifat politik dan ber-orientasi pada revolusi. Dalam pertengahan akhir abad ke-20, kegiatan terorisme bersifat multiteror. Mereka menggunakan paradigma nasionalisme, motivasi ideologi, dan difasilitasi kemajuan teknologi. (3)
 
Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia I dan terjadi hampir di seluruh permukaan bumi. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada PD I. Pada dekade PD I, aksi terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.
 
Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal "damai". Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. 

Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya terorisme. Fenomena terorisme itu sendiri merupakan gejala yang relatif baru, yaitu sesudah Perang Dunia II dan meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan teror telah berkembang dalam sengketa ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.
 
Melihat pernyataan di atas, tak aneh bila terorisme masih merebak di muka bumi. Sudah menjadi opini umum, bahwa fundamentalisme agama merupakan faktor ideologis yang mendorong gerakan teror. Muhammad Sa'id al-Asymawi menulis bahwa istilah fundamentalis awalnya berarti umat kristen yang berusaha kembali ke asas ajaran Kristen yang pertama. Pada dasarnya fundamentalisme dalam beragama itu baik, karena di dalamnya terkandung semangat untuk kembali pada ajaran asli agama. Tetapi jika dilihat dari gerakannya, kaum fundamentalis menjadi beraragam; ada gerakan puritanisme, ada gerakan revivalisme, dan ada gerakan radikal; atau dengan meminjam Al-Asymawy, ada rationalist spritualist fundamentalism dan ada activist political fundamentalism. Terhadap kelompok radikal inilah kemudian terma fundamentalisme mengalami pergeseran makna menjadi aliran yang keras dan rigid dalam menganut dan menjalankan ajaran formal agama, serta ekstrem dan radikal dalam berpikir dan bertindak. (4)
 
Selain itu, Profesor Linguistik Noam Chomsky di MIT Cambridge, Massachusetts menguraikan tentang paradigma terorisme dalam buku “International Terrorism in Real World” (Menguak Terorisme Internasional). Konsep terorisme pada akhir abad ke-18 sebagai konsep tentang aksi-aksi kekerasan pemerintah yang dimaksudkan untuk menjamin ketaatan rakyat. Para pelaku terorisme negara atau pemegang kekuasaan mengontrol sistem pikiran dan perasaan rakyatnya. Dalam perkembangannya, paradigma terorisme diubah menjadi “pembalasan oleh individu dan kelompok-kelompok terhadap pemegang kekuasaan (negara). (5)
 
Bahayanya, aksi terorisme saat ini disematkan untuk agama tertentu. Tindakan oleh pemerintah berkuasa yang nyata-nyata menunjukkan suatu aksi terorisme, dipandang sebagai tindakan yang sah. Dengan ketidakadilan seperti itu, tak aneh bila terorisme masih merebak di atas muka bumi.
 
Banyak ahli menyatakan, bahwa terorisme internasional yang terjadi di dunia belakangan ini adalah disebabkan adanya faktor ketidakadilan dunia barat terhadap negara-negara Islam, di antaranya masalah penyelesaian konflik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina. Dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina, AS terkesan selalu membela kaum Yahudi dengan menerapkan standar ganda. Apabila pihak Israel melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan perdamaian yang diperjanjikan sebelumnya, AS akan tetap bersikap lunak dan dingin saja terhadap Israel. Sebaliknya, apabila terhadap para pejuang Hamas Palestina yang melakukan perlawanan terhadap Israel, AS akan bersikap keras dan menekan pemerintahan Palestina. Selain itu, AS dengan kekuatan militernya menyerang Afghanistan, dengan dalih untuk menghancurkan dan menangkap Osama bin Laden yang ditengarai bermarkas di Afghanistan. Setelah berhasil memporakporandakan Afghanistan, AS melakukan invasi ke Irak yang berdaulat. Alasannya juga untuk memberantas terorisme, karena Irak dituding telah mengembangkan senjata pemusnah massal. Padahal menurut tim ahli persenjataan PBB, tidak ditemukan bukti Irak memiliki senjata pemusnah massal. Bagaimana terorisme itu dapat lenyap dari permukaan bumi bila masih ada “keangkuhan” pada negara-negara tertentu untuk menegasikan bangsa atau negara yang lain, seperti contoh di atas?
 
Dengan kekuasaannya, negara bardaya kuasa menyudutkan agama tertentu demi suatu kepentingan. Agama yang menjadi korban hasutannya itu yaitu agama Islam. Padahal, dalam ajarannya, tindakan tak bermoral seperti it tidak dibenarkan. Seperti yang dikutip dari www.percikaniman.org yang diasuh oleh Aam Amiruddin, disebutkan bahwa Banyak yang sepakat bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan apalagi teror. Namun fakta berbicara betapa banyak aksi teror terjadi karena pemahaman keagamaan atau mengatasnamakan agama. Melacak latar belakang terorisme sangatlah rumit karena melibatkan banyak faktor.
 
Ada sejumlah prediksi mengapa aksi terororisme itu terjadi. Pertama, Wujud perlawanan terhadap kezaliman. Manusia mempunyai harga diri yang ingin dipertahankan atau dimunculkan dalam kehidupan. Namun, harga diri tersebut kadang diinjak-injak oleh orang yang tidak bertanggung jawab, sementara orang terzalimi tidak punya kuasa untuk melawan secara terang-terangan atau secara langsung, maka ditempuhlah jalan teror. Teror diyakini bisa menjadi pembalasan atau pemberontakan atas perilaku zalim, bahkan menjadi bagian dari patriotisme.
 
Kedua, Ekspresi Keputusasaan. Aksi teror dilakukan bisa jadi merupakan wujud keputusasaan karena lawan dinilai terlalu tangguh untuk dikalahkan. Pendekatan yang elegan dinilai tidak akan bisa mengalahkan lawan, akhirnya tindakan teror dinilai paling efektif untuk melumpuhkan lawan
 
Ketiga, Pemahaman keagamaan yang parsial. Aksi teror boleh jadi merupakan pengejewantahan dari pemahaman keagamaan yang parsial. Agama selalu memiliki dua sisi, sisi lembut dan sisi kasar. Agama bisa menciptakan kedamaian, namun tidak jarang peperangan juga karena agama. Ada orang yang melakukan aksi teror dengan merujuk pada ayat berikut, ”Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menjumpai mereka... ” (Q.S. Al Baqarah 2:191). Padahal kalau dibaca ayat sebelumnya akan terlihat kalau hal ini dilakukan pada saat sedang terjadi peperangan (lihat Q.S. Al Baqarah 2: 190), bukan untuk melakukan teror. Setiap Rasulullah saw. memberangkatkan tentara, beliau selalu berpesan, ”Janganlah kalian membunuh anak-anak, wanita, orang jompo, dan siapa saja yang tidak terlibat peperangan. Janganlah kalian merusak pasar, pertanian, dan peternakan.”

Jadi, secara prinsip Islam mengharamkan segala bentuk aksi terorisme walaupun sedang dalam peperangan, apalagi kalau dilakukan tidak sedang dalam peperangan. Namun kenyataannya tidak sedikit orang yang melakukan aksi terorisme dengan berkedok agama, hal ini bisa jadi karena pemahaman yang salah terhadap ajaran-ajaran agama. Di sinilah pentingnya setiap muslim menghiasi diri dengan nilai-nilai agama yang benar dan komprehensif supaya tidak terjerumus pada pemahaman yang salah.
Referensi
(1) Siregar, Parluhutan. Problematika Terorisme dan Upaya Pemecahannya. www.lpkub.org diakses 10/12/08 09:20 pm
(2) Tinjauan Terorisme. www.toya2007.wordpress.com diakses 10/12/08 09:30 pm
(3) Paulus, Loudewijk F. Terorisme. www.buletinlitbang.dephan.go.id diakses 10/12/08 09:35 pm
(4) Siregar, Parluhutan. Problematika Terorisme dan Upaya Pemecahannya. www.lpkub.org diakses 10/12/08 09:20 pm
(5) Amiruddin, Aam. Mencari Akar Terorisme. www.percikaniman.org diakses 10/12/08 09:30 pm

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More